Namanya Jennifer alias Jenny. Bunga kelas dua belas SMU 17 Wacana Ganesha, sekolah unggulan nasional Jekardah yang terkenal dengan guru dan pelajarannya nan legendaris killer-nya. Wajah ayu sebelas dua belas dengan Jennie HitamJingga Sang Selebritis Negeri Ginseng menjadikannya idola remaja. Adik-adik kelas hingga seangkatan ramai-ramai mengerumuni. Entah karena kagum, entah karena iri pada penampilannya yang bak boneka Barbie. Hanya saja, Jenny belum punya seorang Ken, alias pacar. Cowok-cowok sebaya banyak yang masih berjuang memperebutkan perhatiannya. Termasuk Vincent dan Brandon. Nama boleh keren, nasib beda. Vincent, Si Profesor Pendiam bagai langit dan bumi dengan Brandon, Si Ganteng Gaul.
Vincent Si Kutu Buku sangat jarang bisa dijumpai di lapangan. Tempat nongki favorit satu-satunya adalah perpustakaan. Dengan kacamatanya yang berbingkai hitam, satu dua buku dibacanya saat istirahat. Kelihatannya ia tak sering berada di area kantin maupun kelas. Tak banyak yang dekat dengannya karena Vincent siswa pendiam nyaris misterius. Beberapa prestasi ia raih, termasuk sering jadi juara kelas. Akan tetapi Vincent terlanjur dicap kurang gaul. Bagi yang kurang mengenalnya, ia dianggap sombong. Padahal Vincent hanya seorang pemuda introver.
Brandon adalah versi ideal calon Ken untuk Sang Barbie. Tinggi atletis, tampang bak Oppa Khoreya, sehari-hari pamer kuda besi Ninja sebagai tunggangan, plus kebetulan kapten dan bintang klub basket SMU WG. Kepopulerannya ia manfaatkan baik-baik. Hampir setiap ganti semester, Brandon ganti gandengan dan gebetan. Beberapa cewek patah hati, namun masih ada banyak cadangan antre menanti. Maklum, Brandon juga seorang selebgram. Followers-nya sepuluh ribuan. Orang tuanya pengusaha ternama negeri ini, jadi masa depannya diramal cerah ceria.
Tak banyak yang tahu jika Brandon diam-diam juga punya sisi kelam. Ia hanya tampil memikat, ramah dan baik saat ada maunya saja. Sebenarnya Brandon sekarang sangat tidak suka pada Vincent. Kok bisa?
Semua berawal saat Vincent ditugaskan seorang guru membawa tumpukan buku tebal pilihannya dari perpustakaan ke ruang kelas. Vincent sering dimintai tolong karena keahliannya memilih buku untuk dibahas bersama-sama. Tapi berat buku tebal-tebal itu kali ini di luar kesanggupannya. Terhuyung-huyung, Kutu Buku itu kehilangan keseimbangan.
Bruk!
Saat Vincent kebingungan, tiba-tiba muncul bantuan tak terduga.
"Aduh Vin, hati-hati, ya. Sini aku bantuin."
Pemuda itu terpana dengan mulut membentuk huruf O. Bidadari skul ini kok bisa memergokiku begini, malu-maluin sekali diriku ini!
"Nih, aku bawakan beberapa ke kelas kita! Buku tentang bahasa ya? Kelihatannya menarik. Yuk, kita jalan!"
"I-i-iya, terima kasih ya Jen!" sahut Vincent kikuk sambil berusaha tersenyum ramah.
"Iya, kembali kasih. Yuk, kita ke kelas. Kamu duluan."
"Ba-ba-baik! Sekali lagi, terima kasih banyak, ya."
"Iya. Yuk, sebelum bel masuk bunyi!"
Sebelumnya Jenny belum pernah ngobrol berdua aja dengan cowok nerd ini. Tapi kok senyum cowok ini manis juga, tak sekaku biasanya? Jenny merasa ada suatu perasaan aneh menggelitik hatinya.
Dari ujung koridor kelas-kelas, seorang pemuda lain diam-diam berkacak pinggang. Di sebelahnya, dua tiga cowok lain berjaga bak Minions melindungi Gru.
"Eh, Si Clark Kent atau Si Peter Parker kok bisa-bisanya dibantuin calon Barbie gue! Enak aja, mudah banget kayak di sinetron-sinetron gitu!"
"Hajar aja nanti, Don, pas sekolah bubar!" Minion pertama memberi saran.
"Jangan mau Don, dilangkahin cowok profesor jelek gitu!" Minion kedua mengompori.
"Sengaja 'kali 'tuh! Belagak polos aja, dia pasti sengaja, tau Jen bakal lewat!"
Brandon menyeringai lebar-lebar bagai Joker. Jika Si Ken sudah bertekad bulat, ia bisa berubah nekat. Apapun akan dilakukan hingga tercapai tujuan.
"Tenang aja Guys, gue punya rencana baguuus sekali!"