Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Dear Hater, Wo Ai Ni (2 Dari 3)

29 Januari 2023   19:23 Diperbarui: 29 Januari 2023   20:48 169 8
(Bagian 2 dari 3)

Heni yang merasa tulisan-tulisan opini karya Aini mulai terbaca meresahkan baginya terus berpikir keras agar tetap banyak teman berpihak kepadanya atau membelanya. Ini sumber mata pencahariannya. Ia harus menulis lebih berani lagi. Bukan berani dalam hal positif, melainkan berani menorehkan kata-kata yang tambah sensitif dan menantang. Dengan semakin beraninya Heni memasukkan unsur-unsur yang bukan lagi ciri khas dan budaya Indonesia, ia pun meroket pesat, semakin dikenal sebagai penulis femes. Dengan nama pena barunya yang super menggoda, Xiao Hong Qun (Little Red Dress) ia semakin membuktikan dirinya jika ia penulis 'hebat' dan berpengalaman. Semakin viral, semakin banyak karyanya beredar. Hanya ada beberapa penulis tahu jika itu karya tulis Heni, termasuk Aini. Aini sering membaca cuplikan promosi berani Heni, ia sudah tahu ciri khas serta visi misinya. Apalagi jika bukan qian.

"Lihat. Mau apa kau, Aini? Sebagai Xiao Hong Qun, penggemarku akan bertambah sekian juta lagi. Aku sekarang sudah jadi seleb platform, femes, hahaha. Sedangkan dirimu selamanya hanya akan jadi penulis biasa-biasa saja, sepi, gak laku! Menulismu memang di jalan yang kau rasa benar, namun jujur saja, mana ada pembaca peduli dengan begituan lagi pada zaman now? Mereka hanya cari yang ena-ena!" demikian kata Heni walau hanya berani di dalam hati. Di dunia maya maupun nyata, ia tak berani bersuara. Masih banyak yang memihak Aini.
Akar pahit yang ia pelihara sendiri tumbuh subur dan makin bertambah kuat dalam hatinya.

Aini juga membaca di mana-mana semua penulis di media sosial membahas dan membicarakan sosok misterius penulis Xiao Hong Qun. Karya Xiao Hong Qun dianggap kontroversial, diiklankan dan di-share di mana-mana. Di baliknya, Heni menikmati panen hasil luar biasa besar. Setiap hari ia meraup koin, hadiah serta perhatian besar dari para pembaca alias readers.

"Lagi, lanjutkan, bagus, ayo, Thor! Lebih berani lagi! Lebih panas lagi!" (Author/otor adalah julukan bagi pengarang online).

Aini hanya bisa menghela napas dan mengelus dada. Ia tak mau dianggap iri karena belum bisa mencapai kepopuleran Heni. Ia memiliki buku juga di platform yang sama. Pembacanya hanya ribuan orang saja, belum bisa menyaingi Heni yang mencapai hampir satu juta. Namun Aini tak hendak berputus asa. Ia tetap melanjutkan kisahnya, walau biasa saja, hanya ala novel 1990-an yang ia sering baca di perpustakaan atau toko buku. Tentu saja, Aini tetap mencoba mengajak sesama penulis kembali menulis dari hati. Anti plagiasi apalagi menghalalkan segala kata dan cara. Kadang memang Aini menggunakan perumpamaan yang menyindir untuk membahasakan betapa rendahnya mutu literasi kepenulisan bangsa kita. Hanya berorientasi pada qian (uang) belaka tanpa mementingkan unsur edukasi kependidikan. Ejaan yang asal saja, kaidah dan amanat yang makin ditinggalkan.

Namun puncak 'perselisihan' Heni dengan Aini semakin meruncing pada saat kehadiran seorang pemuda bernama Jason Yang.

Sosok Jason Yang ini sebenarnya belum pernah keluar ke permukaan. Sering mewujudkan diri dalam avatar atau foto profil seorang pemuda tampan berusia 24 atau 25 tahun. Jason Yang konon adalah editor sekaligus putra penerbit mayor. Karya-karya penulis besutannya telah mewarnai semua toko buku nasional. Heni begitu terobsesi ingin merambah ke dunia nyata.

Jason Yang kemarin secara pribadi mengirimkan pesan japri lewat media sosialnya.

"Dear Xiao Hong Qun, aku Jason Yang. Aku sangat tertarik dengan karyamu dan sudah membacanya, 'Ranjang Panas  Sang Janda Merah'. Aku ingin sekali agar karya itu bisa diterbitkan cetak! Jangan khawatir mengenai bisa tidaknya kontrak karya itu dibukukan, aku sudah mengurusnya dengan penerbitmu!"

Japri Jason Yang itu membuat hati Heni melayang-layang. Rasanya seperti bukan hanya naik daun, kepalanya sudah berada tinggi di atas mega-mega. "Tentu saja aku mau, Ko Jason! Bagaimana caranya?"

"Baiklah jika begitu. Bagaimana, kau setuju untuk bertemu denganku?" balas Jason tak lama kemudian. Pemuda itu lalu menyebutkan nama sebuah hotel berbintang lima di pusat Kota Jakarta.

"Hotel?" jantung Heni berdebar seketika, "Mengapa mesti di hotel?"

"Kamu tahu, aku tidak ingin agar ada yang mengetahui kegiatanku, karena aku bukan orang sembarangan."

"Oh, betul juga. Baik Ko Jason, aku bersedia."

"Selain itu, sejujurnya aku juga tertarik untuk mengenalmu lebih jauh lagi. Apa kau mau, Xiao Hong Qun?"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun