Arlo tampaknya tak lembur sendirian. Seorang karyawati di belakangnya juga sedang mengetik. Ia diam saja, tak berminat menyapa Arlo. Arlo hanya mengangguk kepada cewek seniornya itu, lalu lanjut mengetik dengan keyboard komputer.
Cewek itu anehnya juga mengetik tapi memakai mesin ketik jadul dengan tinta pita tua. Dan ia tampak suram mengerjakan tugasnya. Pandangan matanya tajam seakan menembus tengkuk Arlo, yang berusaha untuk tetap fokus.
Pukul 11 malam dan keduanya masih bekerja dalam diam dan kegelapan, hanya cahaya monitor Arlo yang terang menerangi ruang kecil yang sempit dan berantakan. Cewek di belakangnya mengetik dalam gelap, aneh. Dan suara ketikannya bertambah keras, kasar, dan tak teratur.
Tak, tuk, tak, tuk, TAK, TUK, TAK, TUK !!!
Arlo berbalik, kesal sekali. "Mbak, maaf ya, jangan ribut ngetiknya, saya sedang konsentrasi." tegurnya agak terlalu kasar.
Tapi si mbak karyawati lama malah berdiri, lalu berjalan ke toilet wanita. Ia tak memperdulikan Arlo.
Sampai pukul 12 malam lewat ia tak juga kembali. Arlo yang penasaran menyusulnya ke toilet, karena mau minta maaf lagi soal tadi, mungkin si mbak tersinggung.
Tapi Arlo hanya bisa sampai di depan pintu toilet. Ia terpaku sesaat. Tercium olehnya bau busuk yang menyengat, seperti bau jenazah atau bangkai. Arlo terbelalak.
Dan ternyata yang ia lihat, sesosok tubuh tergantung di langit-langit dengan tali tambang. Si mbak yang tadi!
Arlo pun jatuh tak sadarkan diri, terkapar dalam gelap.
Pagi harinya ia terjaga di pos satpam. "Pak Arlo semalam pingsan. Ada apa?" tanya Pak Satpam.
Arlo pun menceritakan penemuan jenazah karyawati yang gantung diri itu.
"Oh, iya, benar Pak. Tapi itu kejadian bertahun-tahun yang lalu. Mona, namanya. Ia jadian, pacaran, lalu hamil sama cowok yang duduk di meja Pak Arlo yang sekarang, tapi cowok itu tak ingin menikahinya, malah kabur dan pindah kerja. Karena patah hati, Mona pun bunuh diri di toilet, tepatnya kemarin hari peringatan kematiannya."