Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

(18+) Honey to the Moon: Masa Lalu dan Masa Akan Datang

28 Januari 2021   13:13 Diperbarui: 28 Januari 2021   14:06 257 6
Teringatlah Joy pada masa-masa pertama kali ia mengenal kenikmatan itu, yang pertama kalinya membuatnya malu sekaligus takut akan dosa, karena kata orang-orang jaman dahulu, itu hal yang tabu. Tabu untuk dibahas, dibicarakan, apalagi diumbar.

Saat pertama kali melihat bayangannya yang tanpa sehelai benangpun pada sebuah cermin rias di depan wastafel, entah di hotel tempat wisata saat masih ABG bersama keluarganya. Saat ia masih remaja ting-ting dan baru belajar mengenakan bra.

Jauh sebelum mengenal Rey.

Sejak Joy tahu kenikmatan itu, ia jadi lebih berani, walau hanya di kamarnya sendiri. Mengunci pintu, lalu membuka semua yang ada di tubuhnya. Terlentang di ranjang, berfantasi seolah ada pria tak dikenal sedang mengintipnya. Kadang terlungkup, dibayangkannya ada sosok lelaki yang menggodanya, mengajaknya bercumbu.

Rasanya malu. Tapi melihat, menatap, mengekspos bayangan tubuhnya sendiri terasa begitu nikmat memabukkan. Apalagi menyentuhnya. Terasa ada yang pedih menggigit pada bagian tersembunyinya yang tak pernah ia ekspos, lalu sesuatu yang cair dan lengket bagaikan madu murni nan lezat. Sehari-hari bahkan hingga kini, ia selalu bercelana panjang, berbaju kaus longgar, jadi tak pernah ada satu laki-lakipun melihat atau berminat pada Joy. Tubuhnya dianggap biasa saja, tak ada lekak-lekuk maupun lika-likunya, pendek kata, tak menarik.

Di saat Joy remaja, baju setali, kaus ketat, rok minipun ia tak punya. Bahkan gaun pesta prom-nya panjang dan rata, tak ada terbuka-terbukaan apalagi potongan pas tubuh plus belahan-belahannya.

Lalu sejak kapan pula, ia mengenal tubuh pria? Jauh sebelum Rey.

Bukan seperti ABG jaman sekarang. Bukan dari internet. Melainkan dari seorang karyawati yang bekerja di kantor kecil milik almarhum ayah, wanita biasa saja, tapi diam-diam juga sedikit nakal, berpengalaman dengan pria. Sebut saja namanya Vie.

Vie tidak cantik-cantik amat. Tubuhnya pendek, agak gempal, dan kaki serta tangannya berambut, tak seperti wanita-wanita karir yang senang bercukur mulus. Tapi wajahnya menarik, seperti ada aura yang sangat seksi pada dirinya, dan ia sering gonta-ganti pacar. Setidaknya, itulah yang ia ceritakan kepada ABG Joy.

Suatu hari Vie membawa beberapa lembar foto print-an hitam putih dan berwarna, yang ia tunjukkan kepada Joy saat sedang tak ada siapa-siapa di rumah.

"Apa itu?" Joy penasaran.
"Buat refreshing saja." kata Vie
Dan betapa terkejutnya Joy saat Vie memperlihatkan semua itu kepada mata perawannya.

Foto model wanita muda berkulit putih tanpa busana, kedua pahanya terbuka lebar. Model yang 'berani' itu hanya menutupi bagian intimnya dengan kedua tangan, sementara dadanya penuh menyembul. Wajahnya cantik, juga matanya menatap tajam seolah menantang pada kamera.

Dan yang lebih membuat pipi Joy merona nyaris merah padam, sebuah foto close-up milik paling pribadi seorang pria, hitam putih saja, tapi sungguh membuat Joy yang polos begitu shock, antara malu, takut, jijik sekaligus penasaran.

"Kok suka sih sama foto-foto beginian?" tanya Joy pada Vie, penasaran, malu, tapi diam-diam menyukainya.
"Cuma untuk fantasi saja." jawab wanita muda itu dengan entengnya. "Jangan bilang siapa-siapa ya, rahasia."

Dan kisah lama itu mengantarkan Joy pada dunia kedewasaan yang kini ia baru alami sendiri. Herannya, walau melihat hal yang sama pada Rey, rasanya sungguh berbeda.

Tak lagi merasa jijik atau tabu, tak ada lagi pantang-pantangan.

Dan begitu pula saat dirinya ditatap Rey untuk pertama kalinya.

Yang ada dan terus akan bertumbuh, rasa ingin menikmati dan dinikmati, yang menimbulkan kehangatan dalam tubuh dan jiwa. Rasa yang bila dilakukan di luar pernikahan dengan orang yang tak dicinta, malah akan berubah jadi trauma, getir menyakitkan.

Dengan Rey, Joy merasa ingin lagi dan lagi, takkan pernah ada bosannya, takkan ada puasnya 'terpuaskan'.

Dan begitu pula sebaliknya.

Rey di masa muda pun tak se-innocent wajahnya yang baby face. Ia hidup dalam keteraturan dan tata krama istana yang super ketat. Ia dididik untuk menghormati wanita, yang hingga sekarang pun masih dilakukannya.

Ups. Ia hanya 'berani' dengan Joy.

Kembali ke jaman ABG Rey si pangeran kerajaan monarki super kolot Evertonia. Di saat teman-temannya mulai sedikit 'bereksperimen', Rey yang banyak kumpul dengan sesama pemuda bangsawan tak berminat ikut-ikutan bermain wanita. Walau banyak sekali gadis yang ingin mendekati Rey secara pribadi.

Rey muda malah diam-diam pernah punya koleksi VCD kartun Zepun yang sedikit nyeleneh, bahkan pernah ketahuan ayahanda raja hingga ia dimarahi habis-habisan. Toh, Rey tak kapok. Sebagai laki-laki muda yang cerdas dan mudah penasaran, ia suka belajar tentang hal tabu itu, bahkan diam-diam di kamar mandi istananya yang mewah, ia kadang larut dalam fantasinya sendiri, memuaskan diri dengan cara yang sudah jadi rahasia umum semua laki-laki si seluruh dunia.

Rey tak begitu munafik mengingkari bahwa ia suka wanita, bahkan sebelum bertemu Joy, ia juga mengidolakan bintang-bintang film Azia bertubuh indah dengan rambut panjang hitam berkilau.

Belum lagi tokoh-tokoh dalam film animasi yang kadang terlalu berlebihan dalam penggambarannya. Rey suka memanjakan mata, tapi pengembaraannya seakan tanpa ujung, dan tak lengkap tanpa ada rasa pada seseorang yang ia belum juga temui di dunia nyata.

Sejak bertemu Joy, lain lagi rasanya. Sekarang malah Rey lebih lagi mengerti, bahwa nafsu saja tak cukup, keinginan lahiriah saja tak sempurna untuk memuaskan, sebab tanpa suka, sayang dan cinta, pelampiasan nafsu purba manusia hanyalah hal sia-sia.

Joy kembali ke masa kini bersama Rey, dimana mereka sudah sehari semalam penuh bersama-sama, seakan di dunia ini hanya ada mereka berdua saja.

Duduk berdua di pantai, membiarkan ombak sesekali menyapa tubuh mereka dan membasahi pakaian renang yang kini mereka kenakan. Joy cuek berbikini, cuma ada suaminya di sini, sebaliknya Rey pun bertelanjang dada.

Rey yang masih begitu awet muda dan tampan, bahkan semakin bersinar setelah menghabiskan 24 jam bersama Joy, yang juga tak lagi setomboy dulu, sudah bertransformasi menjadi 'angsa'.

"Bukan lagi anak bebek yang buruk rupa." Joy seperti bicara sendiri.
"Hah?" heran Rey. "Siapa?"
"Aku." Joy terkikih.
"Dari dulu juga bukan anak bebek yang buruk rupa. Kalau Joy begitu, aku juga Pangeran Katak. Dicium Joy baru berubah begini."

"Uhh, ciumanmu memang tiada duanya. Kesal aku jadi kecanduan. Bagaimana bisa jauh lagi darimu, Pangeran Katak?" Joy meledeknya sambil membelai tengkuk Rey yang lembut. Dasar pria 'cantik' berkulit licin dan bersih, Joy sungguh tergila-gila dibuatnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun