Setelah memutuskan untuk menunda pelaksanaan Kurikulum 2013, Mendikbud Anies Baswedan memberikan isyarat untuk menyusun kurikulum baru dengan tiga komponen penting di dalamnya. Kurikulum baru yang akan disusun tersebut nantinya akan disesuaikan dengan kondisi nasional, lokal serta sekolah dimana siswa tinggal dan belajar. Dengan demikian, kurikulum yang digunakan di setiap daerah pun tidak lagi seragam melainkan disesuaikan dengan kondisi serta potensi yang dimilikinya. Wacana tersebut terungkap dalam sebuah diskusi bersama wartawan, pengamat serta orangtua siswa yang digelar beberapa waktu lalu.
Dalam pandangan penulis, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah tersebut sudah selayaknya kita dukung. Fenomena urbanisasi yang terjadi hampir setiap tahun menunjukkan bukti bahwa (pemerintah) daerah ternyata belum mampu menggali potensi yang dimilikinya dengan baik. Daya tarik kota besar yang (terkesan) menjanjikan kehidupan lebih baik seakan menjadi magnet bagi masyarakat di daerah untuk datang mengadu nasib. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang nekat bekerja di luar negeri sekalipun tanpa bekal yang memadai. Akibatnya, daerah pun semakin tidak dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki karena ditinggalkan oleh penghuninya.
Kondisi yang digambarkan diatas pada dasarnya merupakan akibat kurang (optimal) nya muatan lokal yang terkandung dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang diberikan baru sebatas pengetahuan tentang bahasa daerah maupun seni budaya setempat. Padahal potensi yang dimiliki oleh setiap daerah sebenarnya lebih dari itu. Potensi di bidang pertanian, pertambangan serta pariwisata sejatinya merupakan modal dasar yang sangat berharga untuk kemudian dikembangkan agar mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar. Dalam hal ini dunia pendidikan berperan penting dalam menyiapkan SDM yang mampu membangun daerahnya.
Adapun ketidakselarasan antara kurikulum yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan kompetensi lulusan yang dibutuhkan di daerah seakan menjadi faktor penghambat bagi daerah untuk berkembang. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya political will yang kuat dari pemerintah daerah setempat dalam meperkaya muatan lokal maupun menysusun sebuah kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Alhasil, proses pendidikan dilaksanakan pun terkesan berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Agar setiap daerah dapat berkembang sesuai dengan potensinya, merencanakan kurikulum pendidikan berbasis potensi daerah merupakan sebuah keniscayaan. Dalam hal ini langkah yang diambil oleh pemerintah pusat dengan memperhatikan kondisi lokal dalam proses penyususnan kurikulum baru merupakan kebijakan yang tepat. Selain itu pemerintah pusat pun diharapkan mampu merancang kurikulum khususnya SMK yang benar-benar mampu memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan oleh daerah. Dengan begitu, kurikulum yang disusun pun dapat benar-benar memberikan bekal kepada peserta didik sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Dengan demikian setiap daerah dapat berkembang sesuai dengan potensinya dan penduduk setempat pun tidak perlu meninggalkan kampung halamannya demi untuk mencari sesuap nasi.
Â
Ramdhan Hamdani
Â
Â