Pada akhir abad ke-19, Pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan sistem pendidikan Barat untuk masyarakat pribumi dengan tujuan memperoleh tenaga guru bergaji murah. Saat itu hanya kaum pria yang bisa menikmati pendidikan. Kaum perempuan dianggap cukup mengurus wilayah domestik; sumur, dapur, kasur.
Sebagai putri Bupati, Juag Cicih sangat peduli terhadap pendidikan kaum perempuan. Ketika seorang aktivis perempuan Cianjur bernama Siti Jenab ingin mendirikan sekolah bagi kaum perempuan, Juag Cicih mendukungnya dengan menjadi sponsor Siti Jenab untuk bersekolah di Sakola istri di Bandung. Siti Jenab mendapat bimbingan langsung dari Dewi Sartika, pendiri Sakola istri.Â