Kadangkala beberapa penilaian terhadap suatu hal bersifat emosional dan penuh latar-belakang ‘tersembunyi’, tidak hanya hasil survey lembaga terhadap suatu partai, calon kepala negara/daerah, tokoh nasional, bahkan sampai pada calon karyawan bahkan pengangkatan dosen perguruan tinggi negeri sekalipun, oleh karena ada tahapan wawancara dengan ‘pihak-pihak yang dianggap kompeten’ oleh pihak lain untuk menilai. Bila penilaian kembali kepada unsur-unsur subjektif dan berlandaskan ‘kepentingan sesaat atau pribadi/sekelompok’, maka kita akan kembali lagi pada era penjajahan, namun dengan citra yang baru. Pencitraan hanyalah hasil penilaian subjektif yang berbau kolusi serta nepotis, tentu saja luaran dari sistem yang akan bekerja nantinya tidak akan memberi nilai positif dan bermanfaat.
Jangan kembali lagi pada era masa penjajahan, dimana hati, jiwa, dan nalar dibelenggu oleh sikap serta watak otoriter dan feodal. Kita harus mau memiliki sikap integritas dan idealis tinggi untuk mau maju, maju dan maju terus menuju perubahan yang lebih baik dari masa kemarin dan masa-masa lampau kemarin. Berilah penilaian oleh sebab sikap objetif dan penuh kebijaksanaan, jika membutuhkan unsur kuantitatif, mengapa tidak.