Semester demi semester terus berlalu dengan tanpa ada perbaikan dan evaluasi diri, bahkan pengajuan JFA (Jabatan Fungsional Akademik)Â juga kadangkala 'dikarbit' hanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi jurusan. Sungguh ironi juga bila ditelaah lebih dalam bahwa institusi ini adalah lembaga tinggi pendidikan, dan merupakan produsen ahli-ahli tenaga siap-pakai untuk terjun ke lapangan kerja. Tridharma Perguruan Tinggi hanyalah dijadikan sebagai simbolik untuk memenuhi kuantitas bukan kualitas. Apakah sudah sepatutnya pemerintah membentuk tim investigasi, mungkin jawabannya harus agar masyarakat jangan menjadi korban khususnya para mahasiswa dan dosen dengan semangat idealisnya; bahkan sampai sekarang masih terus bertahan dengan prinsip-prinsip SISDIKNAS dari Budi Oetomo, walaupun harus sabar dan mengurut dada menghadapi segelintir 'bocah-bocah ingusan' yang merasa (sok) pintar dan (sok) kompeten untuk 'merajam' padahal hanya berlindung di bawah ketiak 'sang wayang'.
Jangan pilih deh tempat kuliah seperti itu, selidiki terlebih dahulu dari kakak angkatan atau alumni serta kalangan akademis yang mengetahui sepak-terjangnya sebelum memilih untuk mendaftar. Sekarang era milenium dan 'high-tech', orang-orang 'terpakai' karena kompetensinya bukan karena nama almamaternya. Seribu satu jalan ke kota Roma, pepatah dari orang-tua bijak sebelum kita lahir sudah mewanti-wanti bahwa jalan menuju kesuksesan tidak bergantung dari satu cara/jalan saja.