Saya merupakan mahasiswa asal Malaysia. Karena saya tergolong generasi yang lahir 80-an, jadi saya tidak terlalu mengerti perihal antara Malaysia dan Indonesia dulunya. walaupun mungkin pernah diceritakan di pelajaran sejarah sewaktu sekolah menengah dulu tentang beberapa hal seperti konfrontasi antara dua negara ini, saya cuek aja. toh cerita lama gak usah diungkit lagi. (alasan, sebenarnya belajar sejarah di kelas itu bosan, lebih senang jalan-jalan ke museum) hehe.
kalau Indonesia itu, persepsi saya sebelum ini yah seperti yang ditonton di filem-filem mungkin, apa lagi waktu sebelum ke Indonesia itu AADC lagi ngetop di Malaysia. karena mungkin tidak ada doktrin untuk saya berfikiran stereotaip seperti kebanyakan orang-orang sekarang yang sudah keburu terprovokasi.
Indonesia masih menjadi antara pilihan utama untuk kuliah kedokteran, selain India, karena 2 negara ini relatif penyakit-penyakit yang sering ditemui sama seperti di Malaysia, negara tropis. sebut saja, dari Makassar sampai ke Medan, banyak mahasiswa asal Malaysia kuliah di sana. dan sudah tentu, biaya kuliah masih relatif murah (Rp500jt) dibandingkan dengan kuliah kedokteran di universitas swasta di Malaysia (Rp750jt) sampai beres kuliahnya. selain Indonesia dan India, masih banyak anak Malaysia lainnya kuliah kedokteran di Russia, Czech Republic, Ireland, dan lain-lain negara lagi, dan hampir semua mendapat beasiswa pemerintah. katanya sih ini usaha pemerintah untuk mencapai kuota dokter-pasien yang ideal sehingga pelayanan kesehatan dapat meminimalkan kendalanya dalam jangkauan pelayanan.
tapi saya sendiri pastilah tidak mampu, tanpa beasiswa pemerintah Malaysia, walaupun ada juga teman-teman yang pada dasarnya memang kaya, memilih untuk membiayai sendiri kuliah mereka.
saya sendiri sekarang sudah tahun ke-6 di Indonesia, memasuki semester akhir tahapan magang di RS daerah di Jawa Barat, dan sudah tidak ada ujian lagi ;-)
sama alasannya seperti tulisan pak Bimo Tejo, ini saya copy-edit-paste aja :p
Kini Indonesia menjadi salah satu tujuan favorit untuk melanjutkan kuliah terutama kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, serta agama. Seolah tak peduli dengan panas-dingin dalam hubungan bertetangga kedua negara, arus kedatangan mahasiswa Malaysia di Indonesia tidak pernah berhenti.
Apa yang menjadi daya tarik Indonesia sehingga menjadi salah satu tujuan pilihan untuk kuliah?
1. Jarak yang dekat dengan Indonesia, didukung oleh sarana transportasi udara yang semakin murah dari waktu ke waktu. Pulang kampung tidak jadi soal, kapan saja bisa selama AirAsia masih bisa mengudara. dulunya pas tahun 1 cuma ada 1 pesawat sehari KL-Bandung. sekarang ada 4 lho! hehe
2. Biaya hidup di Kuala Lumpur yang tidak terlalu berbeda dengan di Bandung?
3. Bahasa Indonesia mirip Bahasa Melayu. walau ada perkataan yang beda total maksudnya seperti butuh, seronok, comel, dan sebagainya. hehe.
4. Budaya dan bahasa masyarakat Melayu yang tidak berbeda jauh dengan budaya dan bahasa Indonesia. Kejutan budaya (culture shock) seperti yang sering dialami mahasiswa kita di negara-negara Barat bisa diminimalkan.
tapi yang tidak dirasakan oleh kami adalah apa yang disebutkan sebagai post-power syndrome oleh pak Bimo Tejo. kerana mungkin saja kami generasi 80-an tidak terlalu merasakan 'pergolakan' ataupun hubungan 'kakak-adik' dulunya Malaysia dan Indonesia.
kata pak Bimo Tejo, pernah mendapat informasi dari kalangan “ring satu” sebuah kementerian yang biasa memberi beasiswa, ada upaya untuk menghambat calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya ke Malaysia. ini saya tidak tahu. tapi yang pasti, pernah disiarkan di TV bahwa ada beberapa universitas di Indonesia tidak mau lagi mengambil mahasiswa asing asal Malaysia, atas alasan nasionalisme.
kalau dari pandangan peribadi, saya menyalahkan kebanyakan media Indonesia yang mengobarkan rasa benci rakyat Indonesia terhadap Malaysia. saya masih ingat isu tarian pendet, si pembaca berita menyebutkan "sekali lagi negara tetangga Malaysia membuat ulah, dalam mempromosikan Malaysia, Truly Asia menyiarkan tarian pendet di dalam iklannya" dan memainkan iklan tersebut, sedangkan itu bukan lah iklan promosi wisata Malaysia, tetapi iklan yang dibikin oleh National Geographic yang berpusat di Singapura. kalau tidak salah waktu itu sesama menteri antara 2 negara ini sempat berutus surat berisi 'marah' dan 'meminta penjelasan'. akhirnya Nat-Geo tampil dan memohon maaf, tapi seingat saya, tidak pernah pun disiarkan di TV tentang kesalahan Nat-Geo waktu itu. dan orang-orang pun banyak terdoktrin kalau Malaysia memang dasar maling...
begitu juga isu Ambalat. panasnya isu itu kemuncak sebelum Pemilu yang lalu. lucunya, disebutkan di berita sendiri kalau "Malaysia telah memasuki wilayah Ambalat tanpa izin sejak 2007 (atau 2008, saya lupa) sampai sekarang sebanyak (puluhan, saya lupa brp) kali.
tapi kok baru diberitakan menjelang Pemilu???
apa lagi isu tentang sepak bola kemarin. komentator begitu bersemangat dalam memburukkan Malaysia serta pendukungnya yang menggunakan laser sehingga mengganggu konsentrasi penjaga gawang Indonesia. sedangkan dalam final di Jakarta kemarin itu saya lihat jelas penjaga gawang Malaysia juga disinari laser, namun komentatornya tidak berkata apa-apa, dan diakhir perlawanan masih berkata "semangat positif seperti inilah yang kita maukan dari para pendukung kita, tetap 'bersih'", dn sebagainya dan sebagainya.
maksud saya disini, apalah salah kalau media menyiarkan perkara yang benar, agar mereka tidak keburu dosa menimpuk karena menyebarkan fitnah, serta menimbulkan kebencian sesama manusia. tapi mungkin bagi mereka lagi-lagi yang penting adalah UUD ujung-ujungnya duit. berita sensasi seperti inilah yang mau ditonton oleh kebanyakan orang. atau merupakan agenda politik pihak tertentu? itu saya tidak tahu.
walau bagaimanapun, Alhamdulillah, hidup saya selama di Indonesia, Bandung khususnya tidak pernah disulitkan oleh pseudo-permasalahan bodoh yang sering mengapikan rakyat di kedua negara ini. kata orang, urang Sunda itu sopan-sopan, serta baik. memang =)
saya tidak pernah kwatir mengatakan kalau saya asal Malaysia ketika ngobrol dengan pasien di RS kalau ditanya oleh mereka saya dari mana asalnya. mereka malah senang, sudah beberapa kali diajak untuk main ke rumah mereka ;-) (wah, jd cerita pengalaman peribadi hehe)
kata pak Bimo lagi, "Bagaimana dengan saya sendiri? Well, sakit hati adalah makanan sehari-hari, terutama ketika nasionalisme saya dipertanyakan. Cibiran adalah minuman sehari-hari, terutama ketika saya mencoba memberikan saran-saran membangun untuk Indonesia, padahal saran yang sama justru disambut baik ketika diberikan oleh orang Indonesia yang belajar dan tinggal di Amerika."
sedangkan tak jarang kalau saya dipertanyakan oleh teman kuliah, serta dokter residen tentang pseudo-permasalahan antara 2 negara ini, 'ulah' negara saya, dengan gaya serta intonasi mereka yang seperti MENYALAHKAN saya dalam perkara tersebut. saya tidak menjawab pertanyaan mereka... sudah namanya antipati, diberi penjelasan apa pun, tetap yang salah di mata mereka adalah 'saya'.
saya masih ingat ucapan seseorang "kalau ada 99 kebaikan dan 1 kekurangan, mengapa kekurangan itu yang dibesar-besarkan sedangkan masih banyak kebaikan lainnya?"