Merasa terancam dan tidak aman itu wajar, apa lagi setelah mendengarkan cerita-cerita teman yang kuliah di Jakarta, Jogja, dan juga Makassar. Kontrakan dilempar telor, 'Benteng apa gitu' sibuk sweeping rakyat asal negara ku di kota, juga ancaman dan ugutan tidak jelas dari orang-orang yang tak dikenali.
Pernah ditanya oleh teman kuliah asal Bandung bagaimana dengan aku, apa mungkin aku diperlakukan seperti halnya teman-temanku yang kuliah di tempat lain. aku hanya mampu menjawab "Syukurlah, sepanjang berada di sini, aku baik-baik saja." Teman ku itu sempat meminta maaf tentang apa yang terjadi. Tidak mengapa, itu semua sama sekali bukan salah dia, kenapa harus minta maaf. Ah, mungkin timbul kesadaran dan tanggungjawab terhadap bangsa dia barangkali... Orang-orang seperti ini yang membuatkan kehidupan ku 4 tahun ini disini menyenangkan.
Persetan dengan media sesat. Bukan sok alim, tapi ayat ini benar-benar mengingatkan ku
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar,” (QS an-Nûr [24]: 11)
mungkin istilah 'kebebasan bersuara' yang disalahartikan. kebebasan bukan berarti bebas untuk berbohong.
Pernah sekali, ngobrol bersama seorang bapak yang menemani isterinya yang dirawat dirumah sakit. isi ngobrolan kami bukanlah tentang medis, tapi lebih kepada tentang kehidupan. Aku sempat bercanda "pak, gimana isu batikny pak, bapak gak marah sama saya kan?"
si bapak menjawab "boro-boro mikir masalah batik sep. masih banyak masalah lain bapak perlu pikirkan, biaya obat si ibu juga minjem dari temen. bapak teh walaupun urang lembur, tetap aja merasa konyol kalo gara-gara batik 'kita' jadi berantem."
aku hanya mampu tersenyum, mengiakan kata-kata si bapak.