Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Umat Islam, Barat, dan Media Massa

7 Desember 2012   07:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:03 276 0

Tentu kita mengenal—melalui sejarah—dua jurnal yang menjangkau Nusantara-Melayu sebagaimana kita juga mengenal tiga aktor utamanya. Kedua jurnal itu lengkapnya bernama ‘ikatan yang kuat’ (al ‘ urwat al wutsqâ) yang dikelola Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad ‘Abduh; dan ‘tempat asal cahaya’ (al manar) yang dikelola Rasyid Ridha. Jangkauan kedua jurnal—terutama al manar—tersebut mencapai kawasan ini pada awal abad XX. Gagasan yang terkandung di dalamnya merupakan pemicu lahirnya berbagai gerakan yang disebut sebagai pembaru atau modernis seperti Sarekat (Dagang) Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Jong Islamieten Bond. Enggan tertinggal, ‘kaum muda’ Minangkabau pun mengelola jurnal sendiri, ‘sang pemandu’ (al imam). Kecenderungan taqlid dan keengganan ber-ijtihad/ ber-ittiba’ yang hanya dapat dihilangkan dengan pendidikan merupakan perhatian utama al imam. Perjuangan berlanjut, ‘sesuatu yang bercahaya’ (al munir) muncul menggantikan al imam. Perhatian utama mereka adalah pemurnian atas empat hal: ayat-ayat Al Qur’ân dari tujuan magis, Islam dari syirik, dan Islam dari tasawuf teoretis, dan Islam dari kepercayaan terhadap eskatologi seperti menunggu datangnya Imam Mahdi (Azra, 2002: 183-201). Mereka semua menyadari pentingnya menyebarkan gagasan dan mewarisi argumentasi yang mencerahkan. Ucapan mudah sekali dilupakan karena sedikit pendengar, sebaliknya tulisan selain mampu lebih lama bertahan juga mampu lebih luas menjangkau.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun