Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Pesta Kecil

13 April 2015   23:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08 51 1
Pesta Kecil
Oleh : Rainy Okkie

"Ma, ada baiknya Mama lanjutkan besok pagi!" Rasha bersandar di pintu dan bergaya membersihkan kuku jarinya dengan ibu jari....

"Sebentar lagi selesai Sha," jawab Sofia tanpa menoleh.

"Tapi Ma, ini sudah jam 2 sebentar lagi pagi Ma."

"Iya Sha, mama tahu, terus kenapa kamu belum tidur? Buruan tidur, jangan sampai terlambat ke sekolah." Sofia menggerakkan kursi putarnya ke arah Rasha dan tersenyum.

"Aku tidur kalau Mama sudah berbaring ke kasur." Rasha berlalu meninggalkan kamar Sofia dan menghempaskan tubuhnya ke sofa.

"Rasha beri waktu 30 menit ke depan untuk mama bersiap-siap tidur," ujarnya kemudian.

Di dalam kamar, Sofia tersenyum mendapati polah anak semata wayangnya yang ternyata sudah tumbuh menjadi gadis remaja. Dia tahu, Rasha sangat menyayanginya.

"Baiklah kita tidur sekarang, lima menit ke depan cukup buat mama mematikan komputer dan masuk selimut." teriak Sofia seraya mematikan komputer setelah menyimpan dokumennya.

"Itu bagus," sahut Rasha lega.

****

Esok paginya, Sofia terbangun saat mencium aroma gurih yang menyusup ke kamarnya. Masih dalam keadaan setengah sadar dia berjalan menuju dapur.

"Kenapa tidak beli nasi rames di Bi Min, Sha?"

"Eh Mama, pingin aja." Rasha menaburkan penyedap rasa pada masakannya.

"Maafkan mama ya, harusnya mama yang masak buat kamu," Sofia merangkul Rasha dan menyandarkan kepalanya.

"Mama sudah melakukannya selama bertahun-tahun kan? Sekarang gantian Rasha yang merawat Mama, oya Ma-"

"Aduh, mama mandi dulu ya. Kalau kamu sudah mau berangkat, kamu sarapan dulu aja!" Berlari kecil Sofia meninggalkan dapur dan meninggalkan Rasha dengan kalimatnya yang belum selesai.

Rasha menghela napas, diaduk-aduknya perlahan tumis brokoli kesukaan Sofia. Dia merasa sejak Sofia menemukan kehidupannya yang baru, kehidupan yang membuat wanita paling dicintainya itu punya semangat hidup lagi, justru hubungannya dengan Sofia menjadi renggang. Sofia semakin sibuk, tak ada waktu lagi untuk bersua. Sebelumnya Sofia selalu memperhatikan Rasha seperti anak SD yang harus dipantau mengerjakan PR, masuk sekolah atau tidak dan hal protektif lainnya.

Perkenalan Sofia dengan seorang penulis terkenal membuat Sofia menemukan gairah hidup lagi setelah terlalu lama larut dalam rasa merana akibat pengkhianatan oleh orang yang dicinta. Sayangnya Sofia terlalu sibuk dan menikmati semua itu hingga dia lupa akan hal lainnya.

Matahari hampir temggelam ketika Rasha sampai di rumah. Pesta yang diadakan teman-temannya usai kegiatan ekstrakurikuler mau tidak mau membuatnya terlambat. Meski begitu dia yakin masih ada waktu untuk menyiapkan pesta kecilnya sebelum Sofia pulang.

Rasha meletakan tas sekolahnya di kamar, mencuci tangan dan membereskan meja makan yang ternyata tak sempat Sofia bereskan tadi pagi. Dengan cekatan dia menggelar taplak meja warna pink tua dengan motif hati berwarna merah. Taplak meja yang hanya dipakai untuk pesta seperti malam ini. Kemudian dia mengambil gelas-gelas bening berkaki panjang dari dalam rak dan menatanya di meja. Ia juga memindahkan dua kursi ke pinggir hingga hanya tersisa dua kursi di sana.

Ting Tong ...

Rasha berlari membuka pintu, dan tersenyum lega mendapati pelayan toko kue mengantar pesanannya tepat waktu. Jam hampir menunjukan jam 7 malam, dia hanya punya waktu 30 menit untuk bersiap. Setelah meletakkan kue tart di dalam kulkas, dia segera masuk ke kamar untuk mandi. Sebelum itu, dia mengirim pesan singkat untuk Sofia tentang malam ini.

Di depan kaca, Rasha bergaya bak peragawati memamerkan gaun yang melekat di tubuhnya lalu merapikan rambutnya yang diikat agak ke samping.

"Cantik, tepat seperti yang mama bilang kalau tahun ini gaun ini pasti sudah pas ukurannya." gumam Rasha gembira.

Dengan hati-hati Rasha duduk di kursi rias, dia tak ingin gaunnya berkerut. Perlahan dia mulai mengusapkan alas bedak secara merata di wajahnya lalu menepukkan bedak padat agar lebih lembut dan halus. Menghitamkan alisnya, dan memasang bulu mata agar terlihat lebih lentik. Terakhir dia memoleskan pemerah pipi dan eye shadow lalu mewarnai bibirnya dengan lipstik pink.

Di meja makan dengan gelas berisi sirup pandan dan satu set piring dan garpu, Rasha duduk menunggu Sofia. Biasanya jam 7 lebih sedikit mamanya sampai di rumah. Sambil menikmati waktu yang terus berjalan, Rasha kembali membuka lembaran lalu tentang kenangannya bersama Sofia. Suka duka, tangis tawa meraka jalani hanya berdua selama belasan tahun sejak Agus, meninggalkan mereka karena wanita lain. Lalu sejak itulah, Sofia selalu menyiapkan pesta kecil di setiap ulang tahun mereka.

Hari ini seharusnya Sofia yang menyiapkan pesta itu untuk Rasha, tetapi Rasha tahu, Sofia sangat sibuk akhir-akhir ini dengan kontraknya sebagai penulis skeneraio film. Rasha pikir, tak ada salahnya sekali lagi dia yang menyiapkan pesta itu untuk mereka.

Namun tiga puluh menit berlalu Sofia tak juga pulang. Rasa khawatir tiba-tiba menyelinap dalam hati Rasha. Ia pun mengambil HP nya di kamar dan melihat pesannya yaang ternyata belum dibaca oleh Sofia. Khawatir terjadi sesuatu, ia pun menelepon nomer Sofia.

"Mama di mana?"

"Masih di kantor sayang, ada apa?"

"Eh, mama belum baca pesan Rasha?" tanya Rasha lirih.

"Belum Sha, kamu sakit? Kenapa kamu lesu begitu?"

"Tidak, tapi aku ingin Mama cepat pulang." jelas Rasha dengan suara berat.

"Iya Sayang, mungkin jam 8 malam mama sampai rumah ya." Sofia segera menutup telepon, dia merasa tidak enak karena beberapa rekan kerjanya nampak sedikit terganggu.

Rasha mengambil kue dari dalam kulkas dan meletakkannya di meja. Memasang lilin angka 17 dan menyalakannya. Kemudian dia mematikan lampu dan kembali duduk memandangi nyala lilin yang terang redup di terpa hembus napasnya yang mulai sesak. Air matanya berderai menyuarakan harapan dan impian yang ingin dia raih tahun depan. Dia ingin akan selalu ada dia dan mamanya dalam setiap keadaan. Dia ingin bertemu kembali mama yang selalu memperhatikannya.

Linangan air mata yang terus mengalir membuat pandangannya dalam cahaya yang redup semakin kabur dan napasnya semakin sesak. Seakan rongga dalam dadanya menyempit. Rasha bangkit bermaksud menyalakan lampu, namun sesaat kemudian dia terjatuh di lantai, tak melihat dan merasakan apapun lagi.

Hong Kong, 10 April 2015

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun