Perlu diperhatikan, ditekankan, dan selalu diingat-ingat bahwa ada sebuah deadline yang sangat penting yang harus diwujudkan pada saat ini. Yakni batas waktu untuk menegakkan khilafah islamiyah. Batas waktu yang diberikan kepada kaum muslim untuk mengangkat khalifah adalah tiga hari dengan tiga malamnya (An-nabani, dalam Struktur Negara Khilafah, 2000 : 85). Dilanjutkan kembali oleh beliau bahwa batas waktu maksimal yang diberikan kepada kaum muslim untuk mengangkat khalifah dalam Negara Khilafah dilandasi dari ijmak sahabat dimasa Umar r.a. Ijmak sahabat merupakan dalil syariah sebagaimana Qur’an dan as-sunnah, untuk itu ini adalah ketentuan yang jelas. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa umar telah mewasiatkan (pemilihan khalifah) kepada Ahl asy-Syura ketika tampak ajalnya sudah dekat akibat tikaman yang dideritanya. Umar telah menentukan batas waktu bagi mereka tiga hari. Umar juga berwasiat: jika dalam tiga hari belum ada kesepakatan terhadap seorang khalifah, orang yang tidak sepakat agar dibunuh, dan umar mewakilkan kepada lima puluh orang dari kaum muslim untuk melaksanakan hal itu, yakni membunuh orang (Ahl asy-Syura) yang tidak sepakat; padahal mereka adalah ahl asy syura yang termasuk didalamnya sahabat senior. Semua itu dilihat dan didengar oleh para sahabat dan tidak diberitakan adanya seorang pun dari mereka yang tidak sepakat dan mengingkarinya.
Sungguh sebuah ijmak yang sangat dalam hikmahnya dan juga sarat akan ketegasan. Lebih baik seorang mati karena penentangannya (pada saat penentuan khalifah) dari pada khilafah yang itu untuk menerapkan hukum Allah tidak ditegakkan. Inilah arti betapa pentingnya Khilafah dan usaha untuk mewujudkannya. Dan para sahabat sangat memahami betapa khilafah jika tidak ditegakkan akan memiliki resiko yang sangat besar. Baik kehancuran kaum muslimin, tercerai berainya kaum muslimin dan juga tercampakkannya hukum-hukum Allah SWT di muka bumi. Serta resiko-resiko yang lain yang tidak bisa saya ceritakan dan lebih saya dalami lagi karena terlalu amat sangat mengerikan sekali jika khilafah ini tidak segera ditegakkan. Resiko-resiko itu sangat dipahami oleh para Sahabat Rasul Saw. Mereka bahkan sangat mendalaminya hingga terimplementasi dalam aktivitasnya yang mengurangi jatah tidur mereka saat jangka waktu tiga hari tiga malam tersebut, yakni sebelum khalifah yang memimpin khilafah itu diangkat (fakum). Sebagaimana imam al-bukhari telah menuturkan riwayat dari jalan al Miswar bin Mukhrimah yang mengatakan: Abdurrahman bin Auf pernah mendatangiku setelah tengah malam. Ia mengetuk pintu hingga aku terbangun. Ia lalu berkata, “apakah kamu lebih memilih tidur? Demi Allah, janganlah engkau melewati tiga malam ini dengan banyak tidur,”. Ketika shalat subuh, pembaiatan kepada Utsman berlangsung sempurna. Begitulah pemahaman para sahabat ketika memahami penting, genting dan mendesaknya khilafah untuk ditegakkan hingga harus tidak banyak tidur ketika waktu fakum untuk pengangkatan khalifah.
Resiko yang besar adalah bencana. Melebihi deadline penegakkan merupakan suatu bencana yang amat dasyat. Sebagaimana seorang yang terkena bencana alam seperti; gunung meletus, tsunami, dan banjir tentu mereka tidak akan pernah bisa banyak tidur. Senantiasa berfikir dan juga bergerak agar bencana itu segera teratasi dan dia segera bebas dari bencana. Begitulah para sahabat menunjukkan keinginannya untuk segera menyelesaikan waktu 3 hari itu dengan mengurangi waktu tidurnya. Sedangkan kita, keadaan kita sudah terkena bencana. Betapa tidak, waktu untuk menegakkan khilafah sudah terlampau jauh dari waktu yang telah ditentukan. Bahkan molor atau terlambat hingga 86 tahun. Kalau para sahabat belum terlambat saja harus mengurangi waktu tidurnya maka apa yang kita lakukan bila kita kesiangan menegakkan khilafah hingga 86 tahun lamannya? Mari kita renungkan.
Karena itu saya mengutip dari buku Struktur Negara Khilafah (An nabani, 2008:88), pada saat jabatan Khalifah mengalam kekosongan, kaum Muslim wajib segera menyibukkan diri untuk membaiat (mengangkat) khalifah berikutnya dan menyelesaikan urusan itu selama tiga hari. Jika mereka tidak menyibukkan diri untuk membaiat Khalifah, bahkan ketika Khilafah telah diruntuhkan, sementara mereka tetap berdiam diri, maka mereka semua berdosa sejak Khilafah itu diruntuhkan dan selama mereka tetap berdiam diri darinya (tidak berusaha memperjuangkan pengangkatan kembal Khalifah, peny.), sebagaimana yang terjadi pada saat ini. Kaum Muslim semuanya berdosa karena ketiadaan upaya mereka mendirikan kembali Khilafah sejak Khilafah diruntuhkan pada 28 Rajab 1342 H sampai mereka berhasil menegakkan kembali Khilafah. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari dosa ini kecuali orang yang aktif berjuang dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan kembali Khilafah bersama jamaah yang ikhlas dan benar. Dengan itulah mereka akan selamat dari dosa, yang merupakan dosa besar, seperti yang dijelaskan oleh hadis Rasulullah saw.:
Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak terdapat baiat (kepada Imam/Kha ifah, ed.), maka ia mati seperti kematian Jahi iah. (HR Muslim).
Adanya celaan berupa sifat kematian jahiliyah ini untuk menunjukkan besarnya dosa tersebut.
Jika kaum Muslim tetap sibuk berusaha mengangkat seorang khalifah, namun ternyata mereka belum mampu mewujudkannya selama tiga malam disebabkan boleh hal-hal yang memaksa, yang berada di luar kemampuan mereka, maka dosa telah gugur dari diri mereka. Sebab, mereka telah sibuk berusaha melaksanakan kewajiban tersebut dan karena keterpaksaan yang memaksa penundaan itu.
Untuk itu ini adalah sebuah kewajiban bahwa seorang muslim harus menyibukkan diri dalam perjuangan penegakkan khilafah. Semoga kita tetap diberi kekuatan hingga tetap istiqomah sibuk dalam perjuangan yang mulia ini. Salam saya kepada para pengemban dakwah yang lain untuk tetap berjuang mengejar deadline yang telah terlampaui 86 tahun lamanya yakni penegakkan khilafah islamiyah. (Raind Nebula)