Kasih sayang-Nya mengajarkan kita tegar dari untaian-untaian peristiwa yang sering kita duga sebagai derita. Ternyata saat ilmu sudah sampai menjadi pemahaman yang menetap di pikiran, semua kesedihan singgah semata-mata menjadi pelajaran memahami diri. Mengapa diciptakan, sesekali dilupakan, kemudian dibutuhkan. Bukankah dengan banyak kehilangan, kita mengerti arti menemukan? Tidakkah kita bisa belajar bahwa dari ketiadaan ada arti mendalam tentang memberi yang lahir dari ketulusan?
Begitulah tuntunan hakiki mengajarkan tentang sabar yang tak sekadar menekan sesaat emosi liar. Ikhlas yang tak sekejap memberi bekas. Namun, tabungan untuk nanti saat tubuh ringkih dan jiwa yang menyedihkan berada tepat di hadapan-Nya.
Sedihku, sedihmu, sedih kita. Sungguh bukan apa-apa. Semua akan terbayar tunai, pahala tersemai. Berbahagialah karena diuji perih, dengan begitu lirihmu berharga dan akan senantiasa berterima kasih kepada sebuah cahaya yang selalu datang sepenuh tenang.