Masih ingat dulu di waktu masih sekolah, sering sekali dan terkadang pelit dengan ilmu yang dimiliki.
Entah karena dorongan dari diri sendiri atau dari orang sekitar, tidak usah mengajar teman yang lain, karena nanti nilai kamu bisa kurang darinya atau dia lebih tinggi nilainya, sehingga tertanamlah rasa tidak mau disaingi atau tersaingi oleh orang lain. Hal itu bukan tidak baik, tapi tidak sepantasnya, jika orang tua menanamkan hal tersebut kepada anak yang sedang diajarkan untuk belajar menambah dan menimba pengetahuan di sekolah.
Mari orang tua terutama, kembali ke pemikiran awal dan dasar, bahwa anak di sekolahkan dengan tujuan untuk mengubah mereka dari tidak tahu menjadi tahu, di sekolahkan karena ingin anaknya berubah menjadi lebih baik, baik itu dibidang ilmu ataupun akhlaknya.
Tentu ilmu dan akhlak itu pun ber-iringan. Dengan anak-anak mengetahui ilmu, mana yang benar dan mana yang salah, maka mereka dapat menerapkannya dalam akhlak mereka, dapat mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Karena itulah, orang manapun tidak boleh menanamkan motiv lain kepada anak, yang membuat tujuan pertama sekolah tadi menjadi samar-samar atau hilang.
Oleh sebab itu, tentu sekolahpun juga memiliki peranan penting dalam merancang pendidikan yang berkesinambungan, yang tidak hanya mementingkan nilai akademik anak, tetapi memberi ruang kepada anak untuk belajar tentang ilmu yang akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka, yakni ilmu tentang mana yang baik dan mana yang tidak.
*Kembali ke pembahasan awal*
Tentang berbagi ilmu.
(Catatan: berbagi ilmu disini ditunjukkan kepada berbagi pengetahuan di kelas, mengajarkan teman yang belum mengerti pelajaran, dan membantu teman yang kesulitan menyelesaikan tugas atau latihan (bukan memberi contekan)).
Seharusnya anak-anak diajarkan, bahwasanya dengan berbagi ilmu, anak-anak tidak akan dirugikan sedikitpun. Walaupun ada kasus anak yang diajarkan, atau malah yang menyontek atau mencontoh dari temannya dapat nilai lebih tinggi, maka disini orang tua memiliki peranan penting dalam sikap menanamkan bahwa ilmu tidak terpatok dengan nilai angka anak.
Tapi dengan apa yang diperoleh anak, apakah anaknya menjadi tahu, apakah anak tersebut memiliki perubahan setelah belajar. Sehingga anak-anak pun tidak merasa khawatir ketika berbagi pengetahuan ketika belajar di kelas.
Dibandingkan memikirkan nilai yang memiliki jangka pendek, yakni 1 semester atau nilai harian, ada banyak sekali manfaat anak yang mau mengajarkan teman-temannya:
Yang pertama; tentu anak dapat bersosialisasi dengan temannya.
Kedua; anak dapat belajar meyakinkan jawaban dan pendapatnya kepada orang lain.
Ketiga; anak bisa mengarahkan teman-temannya secara terstruktur, karena mengajarkan cara menyelesaikan masalah dan mendapatkan jawaban dari latihan atau tugas yang diberikan(bukan memberi contekan).
Keempat; dengan anak berbagi pengetahuan, disana secara tidak langsung orang lain ikut mengoreksi hasil pemikiran dan kerja anak, sehingga jika ada yang salah dapat dikoreksi dan diperbaiki terlebih dahulu bersama-sama.
Kelima; ketika berbagi pengetahuan, akan sangat memungkinkan sekali anak-anak juga akan mengupgrade pengetahuannya, dengan saling memberi dan menerima pengetahuan dari teman tempat berbaginya, bisa saja lebih dikreasikan dan lebih kreatif dalam menciptakan suatu ide dan gagasan.
Keenam; anak belajar menerima pendapat orang lain ketika jawabannya atau apa yang diajarkannya dikritik atau disalahkan.
Ketujuh; yang tidak kalah pentingnya, teman kita akan merasa terbantu dan hatinya menjadi senang. Tentu itu adalah bagian dari kebaikan.
Itulah beberapa kebaikan dari berbagi ilmu. Nilai yang hanya 1 semester atau tertinggal di buku nilai, tentu tidak sebanding dengan banyaknya kebaikan berbagi, yang dapat di terapkan dalam kehidupan seterusnya.
Oleh sebab itu, jangan terpaku dengan nilai angka, jangan pelit ilmu ya kawan-kawan. Mana tahu antara orang yang terbantu dengan ilmu yang kita bagikan, adalah salah satu sebab yang mengantarkan kita ke kebahagiaan dan kesuksesan.