Filsafat terandaikan sebilah pedang, mempunyai fungsi yang sesuai dengan subjek yang mempelajarinya. Berbagai macam varian isme-isme yang terdaftar di list kamus filsafat. Namun hingga pada akhir nya kini paham logosentrisme merasuk dan mendominasi filsafat barat. Logosentrisme merupakan suatu paham dimana logos transendental melampaui dunia fenomena. Maksudnya, konsep atau teori dalam filsafat itu dianggap telah menunjukkan suatu kebenaran yang telah terwakilkan oleh logos, dan kebenaran tersebut juga harus ter-objektivikasikan dan bersifat universal. Namun seorang filsuf asal prancis bernama jacques Derrida berbeda ia mencoba mengenalkan suatu cara membaca teks bernama dekonstruksi. Paradigma dekostruksi ini mencoba meruntuhkan paham logosentrisme yang bersifat tunggal, objektif dan universal. Namun tidak sampai disana, tulisan ini sedikit membahas lebih jauh dan membahas lebih spesifik merujuk pada dampak dekonstruksi terhadap diskursus teologi.
Apa itu dekonstruksi?
Dekonstruksi merupakan suatu strategi dalam membaca teks. Istilah dekonstruksi memiliki arti “mengurai, membuka, melepaskan” . oleh karenanya dekonstruksi bermaksud untuk mengurai struktur dan pusat makna dalam teks yang bersifat tunggal atau absolute. Atau secara umum dekonstruksi ingin mencoba menunjukkan keberadaan oposisi-oposisi biner implisit dalam teks. Akibatnya, dekonstruksi tidak bermaksud menghancurkan teks. Dekonstruksi lebih bertujuan menghancurkan klaim otoritatif yang menganggap satu bentuk pemaknaan lebih benar dibanding dengan pemaknaan lain.