Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Lanskap Energi Indonesia: Menyeimbangkan Bahan Bakar Fosil dan Ambisi Energi Terbarukan

23 Mei 2024   09:34 Diperbarui: 23 Mei 2024   09:41 103 0
Indonesia, negara kepulauan yang luas dengan kekayaan sumber daya alam dan ekonomi yang terus berkembang, menghadapi tantangan energi yang kritis: menyeimbangkan ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan ambisi energi terbarukan yang ambisius. Tarian yang rumit ini sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan sekaligus menjaga lingkungan.

Warisan Bahan Bakar Fosil

Lanskap energi Indonesia berakar kuat pada bahan bakar fosil.  Setelah menjadi eksportir minyak yang signifikan, status negara ini telah bergeser menjadi importir netto meskipun keanggotaannya di OPEC hingga 2016. Transformasi ini menggarisbawahi pertumbuhan permintaan domestik untuk minyak, yang melebihi produksi.  Selain itu, Indonesia adalah produsen dan eksportir batubara terkemuka, dengan cadangan batubara terbesar keempat di dunia, dan berada di posisi 11 besar untuk kepemilikan cadangan batubara. Namun, industri batubara menghadapi tantangan terkait deforestasi di Kalimantan, masalah lingkungan yang diangkat oleh Greenpeace, dan persaingan yang semakin ketat dari Rusia yang mengalihkan ekspornya ke Asia.

Membuka Potensi Energi Terbarukan

Meskipun bahan bakar fosil masih mendominasi, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, dengan estimasi sumber daya melebihi 417,8 GW, yang terdiri dari tenaga surya, angin, air, panas bumi, arus laut, dan bioenergi.  Namun, pemanfaatan potensi yang sangat besar ini masih relatif rendah, hanya mencapai 2,5% dari sumber daya yang tersedia. Kesenjangan ini mencerminkan tantangan yang menghambat transisi energi terbarukan di Indonesia.

Menavigasi Transisi

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan yang bertujuan untuk mempromosikan energi terbarukan dan memitigasi emisi gas rumah kaca. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menetapkan target ambisius untuk Energi Baru dan Terbarukan, dengan target 23% dari total bauran energi pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.  Indonesia juga bergabung dengan Perjanjian Paris, berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, dengan potensi mencapai 41% dengan dukungan internasional. Indonesia telah berkomitmen untuk menghentikan penggunaan tenaga batu bara secara bertahap pada tahun 2040-an, meskipun masih ada banyak tantangan untuk mencapai tujuan ini.

Hambatan-hambatan terhadap Pertumbuhan Energi Terbarukan

Terlepas dari kerangka kebijakan yang kuat dan potensi yang signifikan, transisi energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala. Kurangnya peraturan yang memadai untuk menarik investasi sektor swasta menjadi perhatian utama.  Ketidakkonsistenan dalam peraturan, terutama persyaratan bagi investor swasta untuk mentransfer proyek mereka ke PLN (satu-satunya pengambil alih listrik) di akhir periode perjanjian, ditambah dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang menetapkan harga konsumen energi, menimbulkan kekhawatiran tentang pengembalian investasi.

Pembiayaan menjadi tantangan lain, dengan proyeksi investasi sebesar US$154 miliar yang dibutuhkan untuk mencapai target 23% energi terbarukan melebihi kemampuan negara.  Keengganan dari calon investor dan bank pemberi pinjaman semakin memperparah masalah ini.

Biaya juga merupakan rintangan yang signifikan. Proyek-proyek energi terbarukan seringkali membutuhkan investasi yang besar di awal, dan persyaratan harga listrik untuk tetap berada di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) di beberapa wilayah utama membuat proyek-proyek ini kurang menarik secara ekonomi.  Melimpahnya cadangan batu bara dan status Indonesia sebagai pengekspor batu bara utama juga membuat pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan tidak terlalu mendesak dibandingkan dengan negara-negara yang bergantung pada impor batu bara.

Jalan ke Depan

Mengatasi tantangan-tantangan ini merupakan hal yang sangat penting bagi keberhasilan transisi energi terbarukan di Indonesia.  Indonesia didorong untuk menghapus subsidi bahan bakar fosil, membentuk kementerian khusus untuk energi terbarukan, meningkatkan manajemen jaringan listrik, memobilisasi sumber daya dalam negeri untuk pengembangan energi terbarukan, dan memfasilitasi masuknya investor internasional.  Ketergantungan yang terus menerus pada bahan bakar fosil dapat menyebabkan aset batubara terlantar dan kerugian investasi yang signifikan karena energi terbarukan dengan cepat menjadi lebih hemat biaya secara global.

Memanfaatkan Angin:

Tenaga angin di Indonesia memberikan peluang yang unik, terutama untuk pembangkit listrik skala kecil dan menengah. Meskipun kecepatan angin rata-rata membatasi kelayakan ladang angin skala besar, lokasi seperti Pulau Sumba menawarkan potensi untuk proyek-proyek energi angin yang layak secara ekonomi.  Pemasangan pembangkit listrik tenaga angin Sidrap 75 MW di Sulawesi Selatan baru-baru ini, yang merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, menandakan sebuah langkah untuk memanfaatkan sumber daya ini.

Merangkul Energi Matahari

Sektor tenaga surya fotovoltaik (PV) di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, namun masih menghadapi tantangan terkait konsistensi kebijakan, tarif dan insentif yang menarik, serta kesiapan jaringan.  Kurangnya langkah-langkah yang mendukung menghambat adopsi tenaga surya secara luas, termasuk di daerah pedesaan.

Tenaga Pasang Surut: Potensi yang belum dimanfaatkan

Kepulauan Indonesia yang luas, dengan lebih dari 17.000 pulau, menawarkan potensi yang besar untuk pengembangan tenaga pasang surut. Selat Alas, sebuah bentangan lautan sepanjang 50 km antara Pulau Lombok dan Sumbawa, berpotensi menghasilkan 640 GWh energi setiap tahunnya dari tenaga pasang surut.  Namun, terlepas dari potensi ini, belum ada fasilitas tenaga pasang surut di Indonesia yang telah dikembangkan, menyoroti perlunya eksplorasi lebih lanjut dan investasi dalam sumber daya terbarukan ini.

Transisi yang sangat penting

Lanskap energi Indonesia berada di persimpangan jalan. Meskipun bahan bakar fosil secara historis telah memainkan peran penting, potensi energi terbarukan di Indonesia tidak dapat dipungkiri.  Keberhasilan dalam menavigasi transisi menuju masa depan energi yang lebih bersih akan membutuhkan pendekatan yang komprehensif, termasuk:

Reformasi Kebijakan: Menetapkan peraturan yang konsisten dan mendukung untuk menarik investasi domestik dan internasional dalam energi terbarukan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun