Siapa tahu ada manfaatnya...
Tanggal 21 Juni 2014 lalu, istriku bertanya, “Tumben nonton tivi one, ayah?”
Aku bilang, pengen lebih kenal saja dengan sosok pak Prabowo (acara “satu jam lebih dekat”, wawancara pak Prabowo dengan presenter tv one, Alfito Deannova).
Saya hanya sedikit kecewa, kenapa acaranya tidak live, sehingga unsur kejujurannya bisa lebih terlihat, tidak artifisial.
Tapi gak apalah, saya tetap nonton tuntas.
Ada beberapa kesimpulan yang saya pribadi lihat:
Pertama, Prabowo mengakui jika kinerja Jokowi sukses sebagai walikota di Solo, khususnya pemindahan kaki lima secara damai. Menurut Prabowo, karena itulah, dia menyebut dirinya yang mengusulkan kepada pihak PDI-P, agar membawa Jokowi ke Jakarta untuk disandingkan dengan Basuki Purnama (Ahok).
Kedua, dari pernyataan itu saya melihat sosok Pemimpin yang kuat pada sosok Prabowo. Tidak heran menurutku, jika kabarnya pasukan baret merah di bawah kepemimpinannya sangat mengagumi sosok beliau, dan mengidolakannya, bahkan sebagian kerap dikabarkan masih setia padanya hingga saat ini.
Ketiga, saya melihat sosoknya sebagai orang baik yang sosoknya dikecewakan, karena sosok yang dibawa dan diperjuangkannya dulu dari Surakarta ke Jakarta, kini malah maju melawannya. Saya pikir ini perasaan ini manusiawi.
Keempat, saya salut Prabowo masih tegas menganjurkan agar rakyat Indonesia menggunakan hak pilihnya, terserah mau pilih yang mana, asal jangan golput agar hak suaranya jangan sampai disalahgunakan.
Dari dialog tadi malam, saya jadi semakin paham, mengapa Prabowo pilih Hatta dan gerbongnya yang sebagian besar bermasalah. Dan kenapa pula Jokowi memilih JK sebagai calon wakilnya dibanding AS. Hatta memiliki pengalaman di pemerintahan, dia ketua PAN (yang notabene identik dengan Muhammadiyah, sebagaimana PKB identik dengan NU), lalu ada ARB yang merupakan ketum Golkar, SDA sebagai ketum PPP, dan PKS (dengan basis massa loyalis yang kuat).
Demikian pula kenapa JKW pilih JK dibanding AS. Ya, JK punya jam terbang di pemerintahan jauh lebih tinggi dibanding AS. JK juga perwakilan NU dan Indonesia Timur. JK juga mampu membantu dengan pengalamannya untuk membaca dan menelaah peta persaingan politik di Indonesia yang suhunya bisa dirasakan saat ini sangat tinggi, bahkan cenderung mulai mencekam.
Bagi saya, kedua figur capres jelas lebih mengedepankan gerbong yang memiliki kapasitas angkut besar.
Dari dialog di tv one ini pula, saya semakin kuat dengan penilaian saya pribadi pada kedua sosok ini. Dari situ saya menyimpulkan sosok Prabowo sebagai sosok pemimpin dengan pendekatan top down, sebagai lokomotif terdepan yang menarik gerbongnya menuju kemajuan bersama. Jadi jika masyarakat pemilih di Indonesia ingin negara yang menentukan arah kemajuan negara dan Anda tinggal menikmatinya, sebaiknya memang pilih kereta 01.
Sementara Jokowi lebih kepada sosok pelayan, ini yang saya pahami. Sebagian kebijakan Jokowi yang saya pahami pula adalah hasil dari penelaan suara masyarakat. Dia adalah lebih cocok disebut sebagai sosok pelayan yang mengajak Anda berpartisipasi dalam membentuk laju maju mundurnya bangsa dan negara ini. Jadi jika ingin menginginkan figur pemimpin yang melayani dan mengajak partisipasi Anda, maka pilih kereta 02. Seperti kata sang begawan marketing Indonesia, Hermawan Kartajaya berikut (link-nya). *Salam 2 Jari