Urbanisasi adalah fenomena demografi yang sangat memengaruhi hampir semua aspek kehidupan di Indonesia. Sejak beberapa dekade terakhir, Indonesia telah mengalami proses urbanisasi yang sangat cepat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, sekitar 56,7% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020 tinggal di daerah perkotaan, dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 68,8% pada tahun 2045. Perpindahan massal penduduk dari pedesaan ke perkotaan ini tentu saja membawa perubahan besar, salah satunya terhadap pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan nasional.
Ketahanan pangan adalah kondisi di mana pangan tersedia dalam jumlah yang cukup, terjangkau, dan memiliki kualitas gizi yang baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, proses urbanisasi membawa tantangan besar bagi ketahanan pangan di Indonesia. Pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan yang lebih bergantung pada produk pangan olahan dan impor, serta berkurangnya lahan pertanian, semakin meningkatkan kerentanannya terhadap fluktuasi harga dan gangguan pasokan. Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam dampak urbanisasi terhadap ketahanan pangan dan bagaimana kebijakan serta tindakan yang tepat dapat membantu menghadapinya.
 Urbanisasi dan Perubahan Demografi di Indonesia
Urbanisasi di Indonesia tidak hanya mencakup pergerakan penduduk dari desa ke kota, tetapi juga disertai dengan perubahan pola konsumsi, sosial, dan ekonomi. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, sektor industri dan jasa berkembang pesat, yang menarik penduduk dari pedesaan untuk mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik. Menurut BPS (2022), sebagian besar urbanisasi terjadi di pulau Jawa, yang menjadi rumah bagi lebih dari 58% penduduk perkotaan di Indonesia.
Perubahan demografi ini membawa dampak besar terhadap ketahanan pangan. Sebagai contoh, masyarakat perkotaan cenderung mengonsumsi lebih banyak produk pangan olahan yang lebih praktis dan cepat saji, seperti mie instan, makanan kaleng, dan minuman ringan. Pola konsumsi ini berbeda dengan pola konsumsi di pedesaan yang lebih bergantung pada bahan pangan segar dan hasil pertanian lokal. Selain itu, urbanisasi juga meningkatkan permintaan akan pangan impor, yang menyebabkan ketergantungan terhadap negara lain dalam penyediaan pangan bagi penduduk perkotaan.
Dampak Urbanisasi Terhadap Ketahanan Pangan
1. Perubahan Pola Konsumsi Pangan
  Urbanisasi mendorong perubahan dalam pola konsumsi pangan. Masyarakat perkotaan, dengan gaya hidup yang serba cepat, semakin mengandalkan makanan olahan dan siap saji yang praktis. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2023), konsumsi mie instan di Indonesia terus meningkat, dengan total konsumsi mencapai 15,2 miliar bungkus pada 2021. Makanan olahan dan cepat saji, meskipun mudah diakses dan terjangkau, sering kali memiliki kandungan gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan pangan segar dan lokal.
  Selain itu, konsumsi produk pangan impor juga semakin meningkat, seperti gandum, daging, dan produk berbasis kedelai. Pada tahun 2022, Indonesia mengimpor sekitar 9,5 juta ton gandum dan 2,5 juta ton kedelai, yang sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di kota-kota besar. Ketergantungan pada pangan impor ini dapat menyebabkan kerentanannya terhadap fluktuasi harga dan perubahan pasokan global.
2. Pengurangan Lahan Pertanian
  Salah satu dampak langsung dari urbanisasi terhadap sektor pangan adalah konversi lahan pertanian menjadi lahan untuk pembangunan perumahan, industri, dan infrastruktur. Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (2021), Indonesia kehilangan sekitar 100.000 hektar lahan pertanian setiap tahunnya akibat konversi lahan. Di pulau Jawa, yang merupakan wilayah dengan tingkat urbanisasi tertinggi, banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk pembangunan perumahan dan pusat industri.
  Pengurangan luas lahan pertanian ini dapat menurunkan kapasitas produksi pangan domestik, yang pada gilirannya mempengaruhi ketersediaan pangan lokal dan meningkatkan ketergantungan pada pangan impor.
3. Ketergantungan pada Pangan Impor
  Seiring dengan meningkatnya permintaan pangan di daerah perkotaan, Indonesia semakin mengandalkan pangan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa pada tahun 2022, Indonesia menghabiskan lebih dari USD 18,6 miliar untuk impor pangan, dengan komoditas terbesar yang diimpor adalah gandum, daging sapi, dan produk berbasis kedelai. Ketergantungan ini menciptakan kerentanannya terhadap fluktuasi harga pangan global dan gangguan pasokan internasional.
  Ketergantungan yang tinggi pada pangan impor berpotensi membahayakan ketahanan pangan Indonesia, terutama jika terjadi gangguan distribusi atau lonjakan harga pangan di pasar global.
4. Keterbatasan Infrastruktur Pangan
  Meskipun jumlah penduduk di perkotaan semakin besar, infrastruktur pangan dan distribusinya belum sepenuhnya memadai. FAO (2023) mencatat bahwa Indonesia menghadapi masalah dalam rantai pasokan pangan, dengan distribusi yang tidak efisien dan mahal. Salah satu contoh masalah distribusi pangan adalah tingginya biaya transportasi yang membuat harga pangan di kota-kota besar menjadi lebih mahal.
  Ketidakmampuan untuk mendistribusikan pangan secara efisien antara daerah penghasil dan konsumen menyebabkan harga pangan di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya, terus naik. Hal ini dapat memperburuk aksesibilitas pangan bagi penduduk perkotaan, terutama bagi kelompok berpendapatan rendah.
Strategi Menghadapi Dampak Urbanisasi terhadap Ketahanan Pangan
1. Peningkatan Produksi Pangan Berkelanjutan di Perkotaan
  Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan pada pangan impor adalah dengan meningkatkan produksi pangan lokal melalui pertanian perkotaan. Program pertanian vertikal, hidroponik, dan pemanfaatan pekarangan rumah untuk kebun pangan dapat memperkuat ketahanan pangan di perkotaan. Di Jakarta, misalnya, beberapa komunitas telah memanfaatkan lahan terbatas untuk menanam sayuran dan tanaman pangan lainnya dengan teknologi pertanian urban.
2. Diversifikasi Sumber Pangan Lokal
  Diversifikasi konsumsi pangan sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas impor. Pemerintah dapat mendorong konsumsi pangan lokal yang lebih beragam dan bergizi, seperti ubi, jagung, dan kelapa, serta memperkenalkan produk pangan lokal yang memiliki nilai gizi tinggi dan mudah diproduksi di dalam negeri.
3. Peningkatan Infrastruktur Distribusi Pangan
  Untuk memastikan pangan dapat tersebar secara merata dan terjangkau di seluruh perkotaan, perlu ada investasi besar dalam infrastruktur distribusi pangan. Pembangunan pasar modern, penguatan jaringan distribusi, dan peningkatan teknologi informasi dalam sektor pangan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok pangan, menurunkan biaya distribusi, dan memastikan harga pangan yang lebih terjangkau.
4. Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Ketahanan Pangan
  Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang mendukung ketahanan pangan, seperti subsidi pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah, pengembangan pertanian berkelanjutan, dan pengurangan konversi lahan pertanian. Kebijakan yang berpihak pada sektor pertanian akan membantu menjaga produksi pangan domestik dan memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
Jadi, Urbanisasi di Indonesia membawa tantangan besar terhadap ketahanan pangan. Proses urbanisasi yang cepat memperburuk ketergantungan pada pangan impor, mengurangi lahan pertanian, dan mengubah pola konsumsi pangan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang tepat dan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produksi pangan lokal, memperbaiki infrastruktur distribusi pangan, dan mengurangi ketergantungan pada pangan impor. Dengan tindakan yang tepat, Indonesia dapat menghadapi tantangan urbanisasi dan memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan untuk masa depan.