Sekitar akhir tahun 1960-an, seorang Profesor bidang Psikologi dari Stanford University bernama Walter Mischel melakukan eksperimen yang menarik. Ia mengundang 653 anak usia empat sampai enam tahun ke dalam suatu kamar bermain. Semua anak tersebut diminta untuk duduk di sebuah kursi dan diminta memilih salah satu kue dari sepiring
marshmallow, choco chips, oreo, dan
pretzel. Profesor Walter kemudian mengajukan penawaran kepada anak-anak tersebut, "kamu boleh makan satu kue ini saat ini juga, atau jika kamu mau menunggu beberapa menit, kamu boleh makan dua kue!"
Respon anak-anak tersebut menggemaskan. Beberapa menutup matanya dan berputar supaya tidak melihat piring tersebut. Yang lain mulai menendang meja, mengulum rambut, bermain di bawah meja, atau menekan-nekan kue itu seperti bola. Salah satu bocah melihat dengan teliti ke seluruh ruangan untuk memastikan tidak ada orang melihat, kemudian mengambil
oreo, memutarnya pelan-pelan, menjilati krim putihnya, lalu mengembalikan
oreo itu kembali ke atas piring, dengan wajah puas! Sebagian besar anak-anak yang mengikuti eksperimen berperilaku seperti bocah tadi. Mereka tidak bisa menahan godaan dan mengambil kue dalam waktu rata-rata tiga menit. Namun, sekitar 30% dari anak-anak tersebut berhasil menunggu Profesor Walter kembali ke ruangan dan memberikan dua kue, sekitar 15 menit kemudian. Mereka berhasil mendapatkan dua kue, satu kue lebih banyak! Bagi anak-anak tersebut, ini adalah keuntungan yang nyata. [caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="The Marshmallow Test"][/caption] Sekitar 10 tahun kemudian, Profesor Walter memeriksa kembali ke-653 anak-anak tersebut yang tengah belajar di SMA. Hasil yang didapat jauh lebih menarik. Ternyata anak yang tidak sabar memiliki masalah perilaku di rumah dan di sekolah, sulit mendapatkan teman, tidak bisa menghadapi stres, dan mendapatkan nilai yang jauh lebih jelek dibandingkan dengan anak yang sabar. Tak hanya itu, ia melihat perkembangan anak-anak tersebut puluhan tahun kemudian dengan hasil yang yang lebih jelas perbedaannya. Anak yang berhasil menahan godaan untuk tidak makan kue segera, ternyata jauh lebih berhasil dan sukses dalam hidupnya, baik dari sisi karir, keluarga, maupun kepribadiannya. Hasil penelitian Profesor Walter sangat penting. Ia membawa paradigma baru di mana kita bisa menerka kesuksesan seseorang bukan dari nilai psikotes dan IQ-nya, tapi dari cara dia menahan godaan. Orang yang bisa menahan diri mempunyai kecenderungan untuk bisa mempertimbangkan untung rugi lebih jeli dan mengambil keputusan dengan tepat. Rentetan kesabaran dan keputusan tepat tersebut yang kemudian membawa kesuksesan dalam berbagai aspek hidupnya. Bisa dibilang saat ini masyarakat Indonesia, khususnya kaum kelas menengah, sedang duduk manis di dalam ruang bermain, di depan piring berisi kue tersebut. Masyarakat kelas menengah yang kebanyakan memiliki kendaraan pribadi, baik mobil ataupun motor, tengah menimbang apakah pengurangan subsidi bensin (BBM) dari Pemerintahan Presiden Jokowi adalah keputusan yang tepat, atau keputusan yang salah. Mereka punya pilihan untuk mengambil langsung kue tersebut, dengan cara demonstrasi, membakar ban di jalan, ataupun menulis status di
facebook dan
twitter dengan hashtag #ShameOnYouJokowi atau #SalamGigitJari. Bisa dibayangkan, orang-orang ini, seperti anak-anak dalam ruang bermain itu ketika dewasa, mungkin memiliki masalah kepribadian; tidak tahan stres, kesulitan menjalin hubungan dengan teman dan keluraga, dan mungkin juga kurang sukses dalam karirnya. Atau, mereka bisa menahan diri tidak memakan kue itu selama 15 menit atau 15 hari, sambil memperhitungkan untung rugi kenaikan harga bensin subsidi dengan matang. Mereka mungkin mencari informasi yang sudah tersedia banyak dari televisi, media cetak, maupun berbagai sumber dari
internet, seperti dari
katadata. Bertolak belakang dengan proyeksi anak-anak sebelumnya, kemungkinan besar orang-orang ini lebih berpendidikan, sukses karir dan keluarganya, dan secara umum lebih berkepribadian. Nah, kira-kira termasuk kelompok yang manakah dirimu?
KEMBALI KE ARTIKEL