Hal ini sejalan dengan penelitian jurnal Mayasari yang mengatakan Moralitas berkaitan dengan tindakan seseorang dalam hubungan sosial, yang menekankan pada kepedulian seseorang terhadap keberadan orang lain. Sebagai contoh seseorang yang memiliki sikap moral adalah seseorang yang penyayang, peka terhadap situasi dan kondisi lingkungan dan selalu menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Moralitas ekonomi ialah bagian dari perilaku ekonomi yang berkaitan dengan sikap dan tindakan ekonomi seseorang dalam interaksinya dengan orang lain atau kelompok orang, yang menekankan pada kepedulian seseorang terhadap keberadan orang lain. Berbicara moralitas dalam perilaku ekonomi melibatkan pandangan yang cenderung berlawanan. Moralitas berbicara tentang kepedulian terhadap orang lain, sementara pandangan perilaku ekonomi yang setuju dan dilandasi rasionalitas lebih memfokuskan untuk memenuhi laba yang diharapkan.
Dalam penelitian Damayanti, Sri Mintarti Widjaja dan Agus Hermawan berbicara mengenai Sikap yang mengutamakan norma moral dalam perilaku ekonomi yang merupakan komitmen pada moralitas ekonomi. Ketika ada suatu pelanggaran atau perilaku yang menyalahi atau tidak sesuai dengan norma moral akan menimbulkan rasa malu. Dengan adanya rasa malu ini memberikan dampak kepada perilaku ekonomi mahasiswa, ada reminder atau peringatan untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam perilaku ekonomi serta selalu memikirkan dampak dari setiap tindakan yang diambil terhadap orang lain. Pertimbangan dalam bersikap pada perilaku ekonomi mahasiswa yang memperhatikan moralitas ekonomi, dengan ini sesuai dengan hasil temuan pada penelitian yang dilakukan oleh Hasyim (2006) yang menemukan bahwa pada interaksi ekonomi beberapa kriteria moral memiliki peran yang penting dalam keputusan ekonomi.
Sebagaimana dalam jurnal utama Riyo Riyadi, Sutrisno dan Indah permatasari yang mengatakan Adanya pertimbangan moral dalam perilaku ekonomi pada dasarnya secara logika dianggap suatu yang wajar, karena dalam kehidupannya manusia senantiasa berinteraksi dengan orang lain maupun kelompok sosial yang ada di lingkungannya. Pengalaman yang diperoleh dari interaksi tersebut disadari atau tidak, akan menumbuhkan sikap positif terhadap pihak lain dan termanifestasikan dalam perilaku yang mengacu pada komitmen moral. Sebagai dimensi perilaku yang bersangkut paut dengan orang lain, pembentukan komitmen moral dalam perilaku berlangsung sejalan dengan perkembangan kognitif, perilaku belajar, dan pemahaman atas jalinan aturan yang menggariskan hubungan antar individu yang terlibat dalam suatu sistem sosial. Dikaitkan pada ciri kepribadian yang telah dibawa oleh seseorang sejak lahir yang juga berpengaruh terhadap pola perilaku, menjadikan masing-masing individu memiliki komitmen moral yang berbeda. pada prinsipnya motif yang mendasari perilaku ekonomi adalah perolehan insentif bagi diri sendiri termasuk motif dalam perilaku yang bernuansa komitmen moral maka arah pengaruh rasionalitas terhadap moralitas sebenarnya bersifat positif, artinya makin tinggi tingkat rasionalitas seseorang akan makin tinggi tingkat moralitasnya.
Kemudian dalam jurnal penelitian Lasmiana yang menjelaskan bahwasannya Pengrajin songket, sebagai pelaku ekonomi dituntut untuk mengikuti disiplin yang berlaku di lingkungan bisnis sementara pada sisi lain sebagai warga desa ia terikat dengan adat istiadat setempat. Dalam menghadapi dua tuntutan ini, pengrajin songket memerlukan sikap "bijak" dalam menentukan tindakan mana yang diprioritaskan ketika kedua domain itu sama-sama menuntut jadwal partisipasi. Bagaimana ia mengatasi dilema ini, di sinilah status moral ekonominya sedang dalam ujian. Sehubungan dengan itu, moral ekonomi secara konseptual adalah "akar-akar normatif yang sangat berpengaruh terhadap dorongan, pertimbangan bersikap, serta makna tindakan ekonomis." (Scott, 1981: 5-6).
Nilai moral ini dapat menjadi faktor pertimbangan untuk mempersetujui, menolak, atau menentukan pilihan perilaku dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan yang bersifat ekonomi dan kebudayaan pada umumnya. Pendekatan moral ekonomi terhadap kegiatan ekonomis masyarakat di pedesaan telah dilakukan oleh Schumacher (Schumacher, 1982:15) dan Scott (Scott, 1986: 20). Para ahli moral ekonomi melihat bahwa hubungan sosial pada komunitas petani disesuaikan untuk menjamin kebutuhan pokok yang minimum. Tuntutan seperti ini menjadikan masyarakat pedesaan senantiasa "berkejaran" antara kebutuhan dan pemenuhannya. Kondisi seperti ini, mendorong lahirnya etika subsisten (subsistence ethic) di mana seseorang melakukan aktivitas ekonomi sebatas pemenuhan kebutuhan pokok.
Hal ini bisa dilihat dalam jurnal penelitian Vivi Yulia Nora yaitu mengenai Pengentasan kemiskinan juga dipengaruhi oleh mentalitas orang miskin. Mentalitas orang miskin yang dapat menghambat pengentasan kemiskinan adalah moral ekonomi petani miskin yang tidak mau mengambil risiko dan hanya berorientasi masa kini, kurang disiplin dan konsumtif. Beberapa usaha pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah terhadap petani, namun usaha ini terlihat belum berhasil. Hal ini disebabkan oleh faktor struktur maupun oleh faktor budaya.
Moral ekonomi petani sangat mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan tindakan ekonomi, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pengentasan kemiskinan di Indonesia. Moral ekonomi petani miskin pada masyarakat pedesaan perlu mendapat perhatian dalam upaya pengentasan kemiskinan, karena moral ekonomi petani miskin berpengaruh terhadap prilaku ekonomi petani miskin, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada usaha pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, untuk mengatasi masalah kemiskinan yang disebabkan oleh moral ekonomi perlu pendidikan nilai-nilai yang dapat memotivasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Selanjutnya jurnal penelitian Siti Nur Rahayu yang menjelaskan tentang bahwa ekonomi merupakan teori perlawanan yang dipelopori oleh hasil penelitian James C. Scott terhadap perspektif penindasan yang dialami oleh kaum tani di Asia Tenggara. James C. Scott kemudian mengabadikan dalam bentuk tulisan melalui buku berjudul Moral Economy of the Peasant tahun 1976 sebagai hasil pemahamannya mengenai perlawanan. Menurut Basrowi dan Sukidin (2003: 4) moral ekonomi Scott menunjukkan perilaku perlawanan yang berprinsip pada sistem mencari keuntungan dan bersifat mempertahankan subsistensi lama yang dianggap baik bagi kelangsungan hidup, terutama di bidang ekonomi dan sosial. Perlawanan muncul sebagai bentuk pemertahanan tatanan yang sudah berlangsung dari segala perbaikan maupun pembaharuan yang ada.Â
Revolusi yang seharusnya terjadi dalam tatanan masyarakat tidak dapat diterima secara sadar akibat pandangan kelompok masyarakat yang tidak ingin keluar dari keadaan aman (zona nyaman) mereka. Teori perlawanan moral ekonomi berfokus pada bentuk perlawanan yang berkonsep pada prinsip dahulukan selamat. Siahaan (1996: 55) mengungkapkan bahwa teori Scott menjelaskan kelangsungan hidup kaum tertindas yang memiliki gejala relasi moral yang memicu kemunculan moral ekonomi yang berprioritas pada prinsip "dahulukan selamat" (Safety First) dan menghindari posisi bahaya dalam area bahaya (danger line). Moral ekonomi berpedoman pada acuan yang dijadikan pemicu gerakan, sehingga subjek sebagai pemberontak akan mengalami fase tidak melakukan perlawanan sama sekali karena tuntutan pemenuhan faktor yang tidak sesuai.
Dalam penelitian Fitri Yani, M. Rasuli dan Hardi menjelaskan menegenai Moralitas individu ialah kemampuan yang memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat. Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat utama yang akan membentuk moralitas individu menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan warga negara yang baik (Borba, 2008 : 4).
Faktor keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi, dan moralitas manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak etis. Sedangkan perilaku tidak etis berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan akuntansi. Tetapi penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi asimetri informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, sedangkan moralitas berpengaruh signifikan (Rahmawati, 2012).