Di kedua belah matanya, nampak kotoran berwarna hitam menyembul di kedua sudutnya. Si kucing berbulu abu-abu itu kian terlihat menderita tanpa seorang pun yang iba padanya.
Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan, ia tengok kiri-kanan mencari tempat untuk menyelamatkan diri dari siraman hujan. Mendadak sebuah motor melintas di sampingnya. Ia terkejut, hampir saja tubuh kecilnya terlindas benda bulat yang bergerak cepat tadi.
Ia terisak-isak menangisi nasibnya yang tak menyenangkan.
Tak dihiraukannya rintik-rintik hujan yang berubah menjadi hujan yang agak deras, ia perlahan-lahan berjalan mencari tempat berteduh. Setidaknya untuk malam ini dan ia juga berharap ada sisa-sisa makanan yang biasa ia temukan di sekitar tempat sampah tak jauh dari sudut jalan.
Antara rasa dingin yang menjalari tubuhnya dan rasa lapar yang dirasakanya bercampur aduk. Ia tetap mengais-ngais di tempat sampah meskipun hujan masih menderanya. Ia tak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sisa makanan sore ini.
Ia tahu persis seorang pemilik rumah makan selalu membuang sisa-sisa makanan ke tempat sampah tersebut pada jam-jam tersebut. Maka dari itu ia tak mau sisa makanan tersebut diambil oleh kucing-kucing lainnya.
Ia harus cepat, pikirnya dalam hati.
Hujan masih berlarian turun dari langit. Si kucing kecil itu masih terus mengais.
Hmm…. Nampaknya hari ini ia tak beruntung karena tak ada sisa makanan yang biasa dibuang oleh si pemilik warung. Yang ada hanyalah sampah kantong-kantong plastik, botol-botol plastik dan kertas. Tak ada makanan yang dibuang. Tak ada sisa makanan yang bisa ia santap sore ini.
Dengan putus asa, si kucing kecil berjalan gontai ke sebuah pohon mangga yang rindang. Sepi sore itu. Apalagi itu di sekitar tempat sampah. Sesekali terlihat satu-dua sepeda motor melintasi. Sore kian beranjak dan si kucing kecil masih kelaparan.
***
Pagi hari, cuaca cerah menyambut.
Si kucing kecil menggeliat, menggerak-gerakkan anggota tubuhnya. Ia masih di bawah pohon mangga. Semalaman ia tertidur di situ. Tadi malam ia terpaksa makan daun rumput yang ada di sekitar tempat sampah. Terpaksa daripada perutnya kosong melompong. Itu memang hal yang sering ia lakukan bila terpaksa tak ada sisa makanan yang ia dapatkan.
Pikir punya pikir, ia teringat akan rumah majikannya terdahulu. Sebetulnya ia adalah kucing peliharaan sebuah keluarga yang baik. Meskipun sederhana, keluarga itu sangat menyayanginya, setiap hari ia diberi makan 3 kali, pagi, siang dan sore. Ia tak pernah kelaparan di rumah itu.
Sejak kedatangan si putih, kucing pemberian salah seorang kerabat keluarga itu, si kucing kecil itu selalu dibully olehnya. Sepertinya si putih itu merasa tersaingi oleh keberadaannya. Awalnya, si kucing kecil mengira si putih hanya bercanda saja, namun lama kelamaan si putih kian tak suka padanya. Si putih sering menggigit, mencakarnya.
Sang pemilik rumah sudah sering kali memperingatkan si putih agar bersikap baik padanya, namun itu tak dihiraukan si putih. Ia tetap saja membully si kucing kecil. Akhirnya, si kucing kecil memutuskan untuk pergi dari rumah tersebut.
Ia tak sangka-sangka ternyata hidup di luar lebih keras, tak ada makanan yang ia dapatkan seperti biasa. Maka ia pun mulai mengais-ngais dari satu tempat sampah ke tempat sampah yang lain. Apa saja yang bisa dimakan, ia makan agar perutnya tidak kosong.
Sambil terus memikirkan rumah tempat ia tinggal beberapa waktu yang lalu, ia tetap berjalan mengingat-ngingat wajah si pemilik rumah. Ia rindu sekali. Rindu akan kebaikan hati si pemilik rumah itu. Rindu dengan makanan yang biasa dihidangkan untuknya. Hmm…. Ia kian bersemangat berjalan.
Tiba-tiba wajah si putih muncul di benaknya. Ah, jangan-jangan si putih masih nakal seperti dulu. Apakah aku kuat dengan segala perlakuannya padaku. Si kucing kecil berhenti sejenak. Agak ragu ia meneruskan perjalanannya.
Ia masih terpaku di pinggir jalan. Ia tidak tahu rumah yang hendak ditujunya itu tinggal beberapa langkah kaki kecilnya saja. Ia termenung di sana memikirkan perlakuan si putih padanya beberapa waktu yang lalu saat masih tinggal di tempat yang sama.
Tiap hari ada saja yang membuat si putih marah padanya. Ketika makan, biasanya jatah makannya sebagian diambil si putih. Ia hanya makan sedikit saja tiap harinya. Untungnya sang pemilik rumah mengetahui hal itu sehingga tempat makan mereka pun dipisahkan, tak berdekatan.
Tapi sesudah makan, si putih akan menghajarnya. Tak tahu ia apa alasan si putih berbuat seperti itu padanya.
Si kucing kecil masih termenung di pinggir jalan ketika tak beberapa lama ia memandang lurus ke jalan di depannya, se sosok yang sudah ia kenal dan ia rindui kini sedang berjalan menuju ke arahnya.
Ia mengenali sosok itu, sosok yang penuh kasih padanya. Sosok yang memberinya tempat tinggal yang nyaman. Sosok yang kini ia cari-cari. Ya, dialah sang pemilik rumah, majikannya.
Melihat sosok itu, ia langsung bersemangat kembali. Ia berjalan dengan penuh percaya diri ke arah sosok tersebut.
**
Kini si kucing kecil sudah kian besar saja. Tubuhnya tidak lagi kotor dan buruk. Ia senantiasa bersih dan sehat. Bersama dengan si pemilik rumah, ia hidup dengan bahagia tak kekurangan apa pun. Dua minggu sekali ia dimandikan dan diberi vitamin juga untuk menjaga kesehatannya.
Ia sungguh menyayangi si pemilik rumah. Sebagai balas jasanya, si kucing senantiasa berdoa pada yang Maha Kuasa agar si pemilik rumah selalu dilindungi-Nya dan dilancarkan rezekinya. Si kucing juga bertugas seperti anjing penjaga rumah.
Ia tinggal di rumah itu tanpa gangguan sama sekali. Tak lama setelah pertemuannya dengan si pemilik rumah, ia akhirnya tahu bila si putih telah lama menghilang dari rumah itu. Seperti ada yang menculiknya. Si putih tak diketahui keberadaannya.
Dalam hati ia sangat senang, namun ia juga ikut sedih mengetahui hal itu. Ia berdoa agar si putih baik-baik saja. Meskipun si putih selalu berbuat jahat padanya, tapi si kucing tidak mau bersikap yang sama padanya. Ia ingin bersikap baik pada sesamanya.