Suara sirine ambulan ini begitu menyayat hatiku. Rembesan air dari pelupuk mataku semakin menggenang dan membentuk buliran-buliran yang terjatuh satu per satu. Kabur dan buram pandanganku melihat sebujur tubuh di atas dragbar ambulan yang diam membeku. Aku hanya bisa memegang erat tangan keriput yang begitu lemah tanpa daya. Hati dan lidahku tak henti berdo'a kepada sang pemilik hidup, agar aku masih diberi kesempatan untuk mendengar
pitutur dan melihat senyum di wajah rentanya.
KEMBALI KE ARTIKEL