. .Ketakutan jelang Ujian Nasional kembali melanda dunia pendidikan kita. Wabah ini ditebar dari atas, oleh yang merasa berwenang mempertahankan sistim evaluasi ini walau sudah dianulir oleh MK. Kekhawatiran jelas ada di pihak penyelenggara tingkat sekolah: kepala sekolah, guru, orang tua, terutama siswa sendiri. . .UN tahun ajaran kali ini akan berbeda. Siswa akan terpolarisasi dalam 20 paket soal. Sulit berharap datangnya terobosan bantuan dari luar, kalau itu yang jadi masalah. Masalah bagi pihak otoritas, bahwa UN akan rawan dicurangi kalau tidak lebih dipersulit dengan model demikian. Masalah bagi pihak sekolahkalau tidak dicurangi, maka hasil murni UN tersebut tidak mampu diperbaiki oleh nilai smesteran. Kecuali sekolah yang pede dengan kwalitas siswanya yang super belajar semata karena ujian. . .Belajar karena ujian telah mengelabui esensi belajar sesungguhnya dari dunia pendidikan sekolahan kita. Sekolah idealnya menjadi tempat yang didambakan anak untuk menemukan kecintaan belajarnya di sana. Tempat yang dituju anak dengan langkah yang dipercepat untuk bisa bertemu dengan teman-teman belajar bersama, guru yang ramah, materi ajar yang menarik, relevan, korelatif, karena terhubung ke dunia ke seharian mereka. . .Jadi bukan belajar karena ujian. Menghakimi mereka dengan harga mati, kalau nilainya seperti apa akan memvonis mereka lulus atau gagal. Bahkan mulai memacu dan mengkerangkeng anak belajar semata mengisi kisi-kisi soal sejak anak masuk tahun ketiga di sekolah. Mengepung mereka dengan berlatih menjawab berbagai bentuk soal, menambah jam belajar, kursus les privat dan bimbingan soal di luar sekolah. . .Sebenarnya apa makna ujian atau evaluasi dalam belajar? Mengapa anak semata yang dijadikan obyek penilaian, dan bukan guru yang mungkin tidak kompeten mengajar, metode yang tidak tepat, materi yang tidak dirasakan manfaatnya, kondisi belajar yang tidak menunjang. Atau soal dalam ujian itu sendiri? Siapa yang berhak menafsirkan soal macam apa bisa jadi indikator keberhasilan belajar anak? Dengan soal macam apa tersebut, berhasilkah anak dalam kehidupannya sepeninggal dari bangku sekolah di situ? MIKIR TUH! . .Eh, tunggu, mau telmi nih… ada penutupnya. Gimana kalau selesai dari ujian nasionalnya, pengumumannya berbuah hasil, di sekolah A: 3 guru dinyatakan tidak lulus, metode dan materi ujian tidak memenuhi selera menjawab siswa, dan sekolah belajar karena ujian dibubarkan. BUBRAH. By: Di Timur Fajar.