[caption id="attachment_290025" align="alignleft" width="219" caption="(iamstillalivehere-blogspot.com))"][/caption]
Mari sama sama introspeksi... Kebiasaan buruk bangsa kita adalah tahu sejarah tapi membiarkan arsip sejarah palsu dijadikan bacaan resmi di sekolah dan di ranah publik. Budaya ewuh pakewuh (merasa tidak enak hati) melahirkan dualisme: ada pahlawan di atas kertas dan ada pahlawan di dalam hati. Maka tak sulit menduga bahwa usulan gelar pahlawan serupa pesta launching new product dari bisnis Taman
Makam Pahlawan. Sebuah pesta meriah di mana agency Event Organiser sebagai playmaker pasti meraup untung. Tak peduli rakyat bingung dan penonton linglung. * Kita tahu bahwa baik buruknya mantan Presiden Soeharto selama berkuasa 30 tahun jaman Orde Baru harus dibuka lebar sesuai fakta. Adalah terlaku naif hanya melihat sisi ekonomi sambil mengesampingkan sisi kemanusian. Soeharto bukan boss pabrik uang RI tapi
pemimpin negara yang diangkat untuk mensejahterakan dan melindungi rakyat RI. * Masa jaya ekonomi dan ketertiban umum memang benar sumbangsih besar Orde Baru. Dan benar juga sumbangsihnya pada: pemalsuan sejarah, penganakemasan etnis Tionghua di sektor ekonomh, hukum penuh rekayasa, korupsi gila gilaan. GOLKAR terang terangan memanipulasi Pemilu. Paling parah adalah ribuan perempuan
Aceh diperkosa aparat. Dan tak kurang 600 ribu rakyat dibiarakan tewas dibantai ketika awal masa Orde Baru. Mungkin cuma Gus Dur yang berani minta maaf kepada kaum komunis yang darahnya sempat "menghiasi" pekarangan, danau dan sungai di dusun-dusun pulau Jawa di mana saya waktu itu sudah mampu mengingat kejadian. Paling tidak itulah yang sering kita simak dari berita-berita khususnya dari luar negeri yang lolos sensor dari penguasa Order Baru. Namun demikian tidak ada jaminan bahwa semuanya itu benar. Bisa jadi bias
diuleg luged dengan kepentingan politik di masa perang dingin Amerika-Sovyet. Lagi pula siapa mungkir bahwa media barat tidak double standard?
KEMBALI KE ARTIKEL