Begini ceritanya: Anda pemilik perusahaan tertarik pada produk baru di perusahaan anda yaitu sebuah alat kontrasepsi IUD yg berpotensi laku keras di pasaran. Anda baru saja membeli hak cipta senilai US750.000 dan melatih armada penjualan yg terdiri atas ratusan orang. Anda belum pernah benar-benar melakukan uji coba kepada manusia juga kepada hewan kelinci percobaan, tapi dokter yg melakukan pengembangan dg sangat yakin mengatakan bahwa alat tsb efektif untuk mencegah kehamilan.
Tapi nanti dulu... angka penjualan ternyata sangat bagus. pada tahun pertama saja anda telah menguasai 56% pasar untuk produk alat kontrasepsi. Dan Wall Street telah mendongkrak harga saham anda menjadi 40%, wouw fantastis bukan? Tapi pada saat yg sama laporan buruk terus mengalir masuk.
Seorang dokter mengatakan banyak pasien yg mengalami keguguran dini yg membahayakan jiwa mereka akibat alat tsb. Lantas FDA (Badan Pengawas Makanan & Obat-Obatan Amerika) menuntut anda untuk menghentikan distribusi. tentu saja anda menolak karena sama saja anda mengaku bersalah. Laporan kian banyak yg masuk dari FDA bahwa alat kontrasepsi anda beresiko sangat tinggi yg menyebabkan pembusukan janin, keracunan darah, dan kematian melebihi alat-alat lain.
Apa yg harus Anda lakukan? Sewalah jasa Public Relation. Sebarkan informasi yg menyesatkan, publikasikan hasil tes yg positif saja. Akan tetapi kini muncul tuntutan hukum. Cepat cari dokumen-dokumen yg bisa membuktikan kesalahan anda dan bakarlah! Jika anda ditanya mengenai dokumen-dokumen tsb di pangadilan nanti jawablah bahwa anda tidak tahu, lupa, atau tidak pernah melihat. Di pengadilan cobalah melakukan intimidasi kepada kaum wanita yg mengajukan tuntutan agar bersedia membatalkan tuntuan mereka dg memberondong pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan sex mereka.
Benarlah. Pengacara Anda berkata di pengadilan, "Sama sekali tak ada salah dg Dalton Shield. 90% dari para wanita itu... ya ampun... Anda harus membaca riwayat hidup mereka.. sungguh luar biasa. Jumlah laki-laki yg mereka setubuhi akan membuat anda terlonjak dari kursi anda". <"piercing the dalkon shield," national law journal (16-06-1980):13>
Hakim Miles Lord mengatakan, "Sebuah bom waktu di dalam rahim siap meletus setiap saat. Hari ini sewaktu anda semua duduk disini dan mencoba membebaskan diri dari tanggung jawab hukum akibat tindakan anda, tak satupun dari anda mau melihat kenyataan bahwa lebih dari 9000 wanita menyatakan telah kehilangan kemampuan kewanitaannya untuk bisa hamil, agar perusahaan anda dapat meraup kekayaan. Anda telah memakai bottom line (laba bersih perusahaan) sebagai panduan langkah anda dan memilih menempuh jalan yg sesat".<mintz, at any cost, 264-267>.
Itu belum cukup. Anda akan kalah terhadap tuntutan tsb. Perusahaan anda dituduh terlibat dalam kebohongan yg terus-menerus dilakukan dg cara "menggembar-gemborkan kualitas, keamanan, dan kemanjuran" alat kontrasepsi IUD. Larilah ke Kongres. Sumbangkan setengah juta dollar pada Senate Commerce Committee. Lalu Dudukanlah orang anda sebagai salah satu anggota baru komite dan beri dia sumbangan US$100.000.
Bagus dia akan mengajukan RUU Penyelamatan. Tapi sayang gelombang reaksi dari organisasi kewanitaan, para pengacara, lembaga konsumen, serikat buruh, surat kabar begitu gencar sehingga terpaksa orang anda mundur teratur dari komite.
Apa lagi harus dilakukan? Waktunya untuk menerapkan "solusi Manville"- kepailitan, John Manville mengajukan permohonan pailit saat menghadapi tuntutan milyaran dollar akibat kecelakaan kerja. Jadi kenapa anda tidak mencoba? Pertama-tama urus dulu para pemegang saham dg rencana memberi mereka US$700juta dan urusi pula para kreditor.
Lantas anda dapat menciptakan sebuah dana yg bisa diperebutkan para korban. Dan dg bantuan dari sedikit rekan anda akan memperoleh keringanan pajak. Sehingga negara/masyarakat yg harus menaggung biayanya. Kini anda bisa cuci tangan dari maslah ini dan kembali bisa berbisnis dg nama perusahaan yg baru yg bersih dari cacat hukum bukan? Bussines as usual, oke...?
*
*
Kisah di atas saya sunting dari buku karya Ralph Estes yg berjudul Tyranny of The Bottom Line. Versi bahas indonesia diberi judul sama. Itu tahun 70-80an di Amerika, sekarang lebih gila lagi dg skala dan spektrum yang lebih luas. Yang jadi korban bisa bangsa dan negara lain yang bodoh atau tidak nurut. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan sampai hal seperti itu terjadi di bumi Indonesia. Atau jangan-jangan sudah banyak kasus yg serupa di sini ya? (Kalau tidak ada, bolehlah kita periksa mata dan telinga ke dokter, sekali lagi).
Dalam hal tuntutan kaum wanita di atas tidak seluruhnya benar sih. Bagaimanapun juga prilaku seksual yang kebablasan bisa dimanfaatkan perusahaan nakal untuk lolos dari jerat hukum dengan mengusik-usik riwayat seksual para korban. Dan para korban kebanyakan tertipu iklan komersial yg dikemas begitu ciamik dan bikin gemes serta mampu menguras kocek konsumen.
Contoh kejahatan di atas mulanya dari keserakahan perusahaan besar (korporat) yang hanya cari untung. Lalu bikin produk dg modus hit-and-run. Dilanjutkan dengan mafia peradilan serta persekongkolan politik untuk menutupi kecurangan. Ujung-ujungnya rakyat yang jadi korban, sekaligus menanggun semua biaya! Sedangkan yang di atas lenggang kangkung menikmati uang hasil rampok secara halus sambil uncang-uncang kaki jadi tokoh masyarakat. Huebat kan? (kejahatannya begitu sempurna, bahkan iblispun berdecak kagum).
Ralp Estes, penulis buku Tyranny Of The Bottom Line, pernah bekerja sebagai auditur senior di Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson Amerika.
Salam,
Ragile, 12-feb-2010