Kasus Prita-Omni yg menyedot perhatian publik dalam enam bulan terakhir menegaskan carut-marut dunia hukum di negeri kita Republik Indonesia. Legalitas minus moralitas. Kalo kasus KPK-POLRI diibaratkan Cicak-Buaya maka Prita-Omni bisa diibaratkan Semut-Gorilla, sekedar untuk gambaran perbandingan kekuatan antara dua pihak yg bersengketa. Prita rakyat biasa yg biasanya tunduk pada hukum dan siap dihukum semaksimal mungkin. RS Omni perusahaan besar yg punya sumber daya materi guna memanfaatkan celah-celah hukum semaksimal mungkin, tanpa melanggar hukum untuk meminimalkan jerat hukum.
UU ITE yg jadi sandaran RS Omni kembali dipertanyakan, "untuk melindungi siapa?"
Musibah Mengundang Amarah
Adalah hak kita untuk melawan dan membalas setiap bentuk pelanggaran dan penindasan. Dan adalah hak kita pula untuk melepas hak melawan dan hak membalas. Yg merasa wajib membalas hanyalah amarah di dalam hati. Amarah yg sah dan dibenarkan oleh hukum untuk apa yg disebut keadilan. Terutama bagi kita yg terlanjur beranggapan bahwa kebahagiaan dan kemulian identik dg tidak adanya masalah di dalam hidup. Tapi lupa bahwa manusia-manusia yg paling mulia (misal Nabi Musa, Nabi Muhammad dan Nabi Isa) kenyang ditimpa masalah dan musibah. Bahkan Nabi bersabda bahwa para nabi adalah manusia yg paling banyak ditimpa musibah (baca:cobaan).
Musibah Membawa Berkah
Marilah kita mundur sejenak mengenang perjalanan hidup beberapa orang-orang besar dan mulia dan dimuliakan sepanjang sejarah. Nabi Musa diuber-uber Raja Firaun yg sangat bengis beserta pasukan perang dan jamaah ahli sihir. Dan beliau menjadi nabi besar, bisa jadi setelah ditindas oleh kekuatan paling besar pada jaman itu. Pemuda bernama Soekarno tiba-tiba muncul jadi tokoh besar dunia setelah ditindas oleh kekuatan raksasa di Hindia Belanda. Gus Dur dan Megawati secara mengejutkan naik tahta jadi Presiden RI setelah puluhan tahun ditindas oleh kekuatan raksasa Orde Baru.
Musibah membawa berkah, sebuah paradoks yg aneh tapi nyata. Sebuah tantangan sekaligus peluang. Musibah bisa dimaknai cobaan dari Tuhan YME guna menguji kesabaraan, keteguhan, dan jiwa besar. Kita tahu bahwa masalah besar adalah perkara kecil di mata orang yg berjiwa besar, dan bahwa masalah kecil adalah perkara besar di mata orang yg berjiwa kerdil.
Seperti yg sudah pernah saya tulis di sini:
http://filsafat.kompasiana.com/2009/12/22/kiat-meraih-sukses-setelah-dizalimi-memaafkan-sebuah-pengalaman/
Akhirnya Terserah Prita. Setelah mengikuti perjalanan kasus Prita-Omni maka saya berkeyakinan bawa Prita cukup kuat dan tabah untuk menghadapi semua itu. Dia bisa jadi simbol perlawanan wong cilik yg haus keadilan. Dia juga berpeluang untuk menjadi tokoh besar yg secara kecelakaan telah "dibesarkan" oleh RS Omni. Dan untuk "naik kelas dg lompatan jauh ke atas" langit spiritual dan untuk panen raya buah kekayaan hati juga kebesaran jiwa. Dan Dengan bonus rejeki lahir-batin melimpah ruah yg tidak pernah disangka-sangka oleh siapapun. Maka mungkin saja Prita berterimaksih kepada RS Omni dg caranya sendiri. Entahlah!
Bagaimana kalo pertanyaannya dibalik menjadi: Mungkinkah RS Omni Berterimakasih kepada Prita Mulyasari? Dan apa pula alasannya?
Sekali lagi ini hanya sebuah renungan dari saya sendiri untuk belajar mengambil hikmah di balik peristiwa, tragedi, dan musibah. Kalo cocok silakan dicomot, kalo tidak cocok jangan repot-repot hehehe....Semoga menjadi renungan yg bermanfaat. Wassalam.
*
*
Ragile, 30des2009