Saat ini, kita yang sudah dewasa, menikah dan punya anak, tentu tidak menyangka kalau apa yang kita jalani sudah sampai seperti ini. Banyak hal yang dialami oleh orang tua kita dulu, ternyata seperti berulang kembali terjadi  menimpa kita juga. Tidak hanya soal bagaimana
ngurusin popok anak-anak kita yang masih kecil misalnya, tetapi juga saat anak sudah mulai beranjak dewasa.  Kita pun dituntut  sudah harus menjadi "orang tua", seorang bapak dari anak-anak kita, dan bukan sekedar orang tua biologis yang melahirkan mereka saja. Dalam hal ini, kita akan berkaca bagaimana cara orang tua mendidik kita. Tak sedikit ada sebagian dari orang tua kita yang mengedepankan cara-cara "otoriter" dalam memimpin keluarganya. Demikian juga boleh jadi ada sebagian keluarga yang mendidik anak-anaknya secara "demokratis". 2 pola diatas adalah istilah yang saya gunakan terkait dengan pola asuh keluarga. Bukan istilah ilmiah
by research. Pola asuh diatas saya ambil dari "perjalanan" 2 keluarga yang berbeda yang saya ketahui. Pola asuh yang "otoriter' cenderung mengabaikan pendapat anak. Anak-anak seperti "dipaksa" harus mengikuti apa yang diinginkan orang tuanya. Anak harus patuh, penurut, baik di depan orang tuanya. Sehingga dengan kata lain orang tua terutama, ayah memiliki kekuasaan yang tinggi, tidak hanya sebagai imam atau kepala keluarga semata, melainkan juga memiliki otoritas penuh dalam tumbuh kembangnya anak. Sementara pola asuh yang demokratis, seorang ayah akan selalu "mendengarkan" apa pendapat dari anak-anaknya. Tidak segan misalnya, ayah akan meminta atau bertanya tentang sesuatu, sebelum mengambil sebuah keputusan. Sehingga orang tua yang demokratis, akan selalu mengakomodir kepentingan anak-anaknya, tanpa harusa memaksakan kehendaknya. Pola asuh diatas, tentu memiliki dampak psikologis yang berbeda. Anak yang "dipaksa"
nurut, maka akan cenderung tidak memilki kekuatan mempertahankan keinginannya. Ia bersikap gamang dalam menentukan pilihan. Saat ditawari sesuatu hal saja, anak dengan pola didikan diatas, tidak akan mampu menentukan pilihannya. Namun sebaliknya, anak yang terbiasa menyampaikan pendapatnya, cenderung ia akan memiliki keberanian untuk mempertahankan keinginannya. Sekalipun misalnya dianggap "melawan", tapi pada sisi lain anak akan mampu mempertahankan keinginannya. Ia tidak akan mengikuti saja apa yang bukan pilihannya.
KEMBALI KE ARTIKEL