Lansia merupakan kelompok usia lanjut yang semakin bertambah seiring dengan peningkatan harapan hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kementerian Sosial RI, 2018). Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2023 jumlah lansia di Indonesia mencapai 29,8 juta jiwa atau sekitar 10,9% dari total populasi. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2020, sejalan dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan dan gizi masyarakat, serta kemajuan di bidang medis dan teknologi. Sebagai kelompok usia lanjut, lansia seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan dalam kehidupan sosial mereka. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh lansia adalah stigma. Stigma dapat didefinisikan sebagai pemberian label, stereotip, diskriminasi, bahkan perlakuan yang berbeda terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan karakteristik atau status tertentu (Moningkey dkk, 2020). Pada kasus lansia, stigma sering kali muncul dari persepsi negatif tentang penuaan, seperti anggapan bahwa lansia tidak produktif, rentan, atau menjadi beban bagi masyarakat. Fenomena ini seringkali mempengaruhi bagaimana lansia diperlakukan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam akses terhadap layanan kesehatan, kesempatan kerja, interaksi sosial, dan pengalaman sehari-hari mereka. Pemahaman akan stigma sosial terhadap lansia penting karena memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup mereka. Oleh karena itu, esai ini akan membahas lebih lanjut mengenai bagaimana stigma ini mempengaruhi lansia secara menyeluruh serta strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatifnya.
KEMBALI KE ARTIKEL