Self-healing concrete adalah inovasi material konstruksi yang dirancang untuk memperbaiki retakan kecil pada beton secara otomatis tanpa memerlukan bantuan manusia. Concrete atau beton merupakan salah satu material konstruksi paling tahan lama, tetapi rentan terhadap retakan akibat beban struktural, perubahan suhu, dan kondisi lingkungan disekitarnya. Retakan kecil yang tidak segera diperbaiki bisa berkembang menjadi kerusakan serius, yang dapat mengurangi umur suatu bangunan dan dapat meningkatkan biaya pemeliharaan. Teknologi self-healing concrete bertujuan ini untuk mengatasi masalah  dengan memungkinkan beton memperbaiki retakan kecil secara sendiri tanpa bantuan dari manusia.
Pada self-healing concrete, salah satu jenis bakteri yang sering digunakan adalah bakteri Bacillus, khususnya  (juga dikenal sebagai Sporosarcina pasteurii). Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memproduksi kalsium karbonat (CaCO), yang dapat menambal retakan kecil dalam beton. Untuk mendukung pertumbuhan bakteri, mereka memerlukan nutrisi yang biasanya dicampurkan dalam bentuk kapsul bersama dengan bakteri. Nutrisi yang digunakan sering kali adalah kalsium laktat, karena mudah dimetabolisme oleh bakteri untuk menghasilkan kalsium karbonat. Cara kerja bakteri ini ketika ada retakan di beton dan air masuk ke dalam, bakteri ini akan teraktivasi dan mulai mengkonsumsi nutrisi seperti kalsium laktat yang sudah dicampurkan sebelumnya ke dalam campuran beton. Melalui proses metabolism, bakteri mengendapkan kalsium karbonat kemudian mengisi retakan dan mengembalikan integritas struktural beton.
Kelebihan dari self-healing concrete adalah kemampuan untuk memperbaiki retakan kecil secara otomatis melalui proses biologis atau kimia, seperti halnya bakteri yang menghasilkan kalsium karbonat. Hal ini dapat memperpanjang umur dari suatu bangunan dan mengurangi frekuensi serta biaya perawatan. Concrete atau beton ini juga memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan seperti air dan korosi, sehingga memberikan stabilitas lebih lama pada bangunan. Selain itu, self-healing concrete berkontribusi pada keberlanjutan dengan mengurangi kebutuhan produksi beton baru, yang pada akhirnya mengurangi cetakan beton yang terbuat dari karbon. Namun, self-healing concrete juga memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton biasa, karena penggunaan bahan dan proses yang lebih kompleks. Selain itu, self-healing concrete hanya efektif untuk memperbaiki keretakan kecil, sementara kerusakan besar masih memerlukan perbaikan secara manual. Proses penyembuhan pada self-healing concrete juga memerlukan waktu yang lumayan lama dan bisa lebih lambat tergantung pada kondisi lingkungan, terutama di daerah yang kering.