Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Aku Tidak Takut Dibenci Orang Lain

14 Juli 2024   18:49 Diperbarui: 14 Juli 2024   19:15 117 5
Di sebuah kota kecil yang damai, hiduplah seorang pemuda bernama Arman. Arman adalah seseorang yang tidak terlalu memikirkan pendapat orang lain tentang dirinya. Ia sering kali dicap sombong dan tidak peduli oleh tetangganya. Namun, di balik sikapnya yang tampak acuh, tersembunyi kisah yang hanya sedikit orang mengetahuinya.

Arman bekerja sebagai seorang tukang kayu. Setiap hari, ia bekerja dengan tekun di bengkel kecil miliknya, membuat perabotan yang indah dan berkualitas. Namun, ia jarang berbicara dengan orang lain, lebih suka tenggelam dalam pekerjaannya. Tetangga-tetangganya menganggapnya aneh, dan rumor tentang dirinya pun menyebar.

"Dia itu sombong, merasa paling bisa," kata Bu Siti, tetangga sebelahnya, pada suatu sore kepada teman-temannya.

"Ya, benar. Dia bahkan tidak mau menyapa kita," tambah Pak Budi, yang tinggal di seberang jalan.

Padahal, Arman bukanlah orang yang sombong. Ketidakpeduliannya terhadap pandangan orang lain sebenarnya adalah bentuk pelindung diri. Beberapa tahun yang lalu, ia kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan tragis. Sejak saat itu, ia merasa dunia menjadi tempat yang asing dan penuh kepalsuan. Arman memilih untuk menutup dirinya dari orang-orang di sekitarnya untuk menghindari rasa sakit yang lebih dalam.

Suatu hari, datanglah seorang gadis kecil bernama Rani ke bengkelnya. Rani adalah anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dekat bengkel Arman. Ia sering melihat Arman bekerja dari kejauhan dan merasa penasaran.

"Kak Arman, apa yang sedang Kakak buat?" tanya Rani dengan mata berbinar.

Arman terkejut, karena sudah lama tidak ada yang berbicara padanya dengan cara sehangat itu. Ia tersenyum tipis dan menjawab, "Aku sedang membuat kursi, Rani. Mau melihat?"

Rani mengangguk antusias dan mendekat. Arman mengajarinya cara memahat kayu, dan Rani tampak sangat menikmati setiap momennya. Seiring berjalannya waktu, Rani sering datang ke bengkel Arman, membantu dan belajar banyak hal darinya. Kehadiran Rani perlahan mulai membuka hati Arman yang tertutup.

Tetangga-tetangga yang tadinya menganggap Arman sombong pun mulai melihat sisi lain dari dirinya. Mereka menyadari bahwa Arman adalah orang yang baik dan memiliki hati yang hangat. Ketidakpeduliannya terhadap pendapat orang lain ternyata adalah cara untuk melindungi dirinya dari luka masa lalu.

Suatu hari, saat Arman sedang berjalan di pasar, ia melihat Bu Siti dan Pak Budi. Dengan rasa ragu, ia menyapa mereka terlebih dahulu.

"Selamat pagi, Bu Siti, Pak Budi," sapa Arman dengan senyuman yang tulus.

Keduanya tampak terkejut, tetapi kemudian tersenyum kembali. "Selamat pagi, Arman. Bagaimana kabar Rani?" tanya Bu Siti dengan ramah.

Arman merasa hangat di dalam hatinya. Ia menyadari bahwa ketidakpedulian terhadap pendapat orang lain tidak selalu berarti harus menutup diri sepenuhnya. Terkadang, membuka diri dan memberi kesempatan pada orang lain untuk mengenal kita lebih dalam bisa membawa kebahagiaan yang tak terduga.

Malam itu, saat Arman dan Rani sedang duduk di bengkel, Rani bertanya, "Kak Arman, kenapa Kakak selalu terlihat tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang Kakak?"

Arman terdiam sejenak sebelum menjawab, "Rani, hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan mengkhawatirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Aku lebih memilih fokus pada apa yang aku cintai dan apa yang membuatku bahagia. Jika itu membuat orang lain membenciku, aku tidak takut. Yang penting, aku jujur pada diriku sendiri."

Rani menatap Arman dengan kagum, "Aku ingin seperti Kakak. Tidak takut pada pendapat orang lain dan selalu berbuat baik."

Arman tersenyum dan mengusap kepala Rani, "Yang terpenting adalah menjadi diri sendiri, Rani. Jangan biarkan pendapat orang lain menentukan siapa dirimu."

Sejak hari itu, Arman mulai lebih terbuka kepada tetangganya. Ia tidak lagi khawatir akan dibenci atau disalahpahami, karena ia tahu bahwa kejujuran dan kebaikan hati pada akhirnya akan terlihat oleh mereka yang mau melihat dengan hati.

Di balik ketidakpedulian yang selama ini ia pertahankan, Arman menemukan bahwa menerima dan memberi perhatian kepada orang lain adalah bagian penting dari hidup. Dan dari situ, ia belajar bahwa menjadi diri sendiri adalah hal yang paling berharga, terlepas dari apa yang orang lain pikirkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun