Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerita Pendek: "Temanku"

30 November 2023   20:10 Diperbarui: 30 November 2023   20:25 47 0
Saya adalah seorang siswa yang rajin dan pintar. Setiap hari, saya bangun pagi-pagi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, dan mengerjakan semua tugas dengan baik. Saya selalu mendapat nilai bagus-bagus di semua mata pelajaran. Orang-orang iri dengan saya, dan mencoba untuk membully saya. Mereka mengatakan saya aneh, bodoh, dan tidak berguna. Saya tidak peduli dengan mereka. Saya hanya punya satu teman yang selalu ada untuk saya. Namanya Rio. Dia adalah teman terbaik saya. Dia selalu membuat saya senang dan bahagia. Walaupun dia berumur 42 tahun, kami tetap berteman. Dia tidak pernah menghakimi saya, atau mengejek saya. Dia mengerti saya.

Suatu hari, setelah pulang sekolah, saya merasa sangat lelah. Saya mandi dan langsung berbaring di atas kasur saya. Saya mengambil pensil dan kertas, dan mulai menggambar seseorang sambil mendengarkan lagu. Saya suka menggambar. Itu adalah cara saya untuk melampiaskan perasaan saya. Saya menggambar seseorang yang saya sayangi. Seseorang yang selalu ada di sisi saya. Rio. Tiba-tiba, ada ketukan di pintu kamar saya. Saya bangun dan membuka pintu. Ternyata, itu adalah Rio. Dia datang untuk menjemput saya. Dia mengajak saya untuk bermain bersama. Saya senang sekali melihatnya. Saya langsung mengambil tas saya, dan ikut dengan dia.

Kami bermain bersama. Kami makan bersama di restoran cepat saji terkenal. Orang-orang melihat saya dengan aneh dan takut. Mereka berbisik-bisik di belakang kami. Tapi, saya tidak peduli. Kami hanya menikmati makanan kami. Kami beli es krim bersama. Rio memilih rasa coklat, dan saya memilih rasa stroberi. Kami saling mencicipi es krim kami. Penjual es krimnya dengan khawatir melihat saya. Saya tetap tidak peduli. Kami tertawa dan bercanda. Selesai makan, kami memainkan musik dalam mobilnya Rio sambil mengelilingi kota. Rio suka musik jazz, dan saya suka musik pop. Kami menyanyi bersama dengan lantang. Kami terakhir pergi ke taman bermain. Kami naik berbagai macam wahana. Kami naik komidi putar, bianglala, roller coaster, dan lain-lain. Kami bersenang-senang. Tetapi tetap saja, seperti di restoran dan saat kita beli es krim, mereka melihat saya dengan khawatir dan takut. Mengapa ekspresi mereka selalu begitu dimana-mana? Apakah mereka mengira hubungan kita itu tidak lazim? Kesal saya lama-lama melihat mereka begitu. Memang sih dibilang tidak lazim oleh psikolog, tapi kan kita hanya berteman saja kan?

Kami masuk ke dalam suatu wahana yang berisi cermin-cermin. Wahana itu bernama Rumah Cermin. Di dalamnya, kami bisa melihat pantulan diri kami dari berbagai sudut. Kami penasaran dengan wahana itu. Kami masuk ke dalamnya. Tapi, kami tidak tahu bahwa wahana itu adalah sebuah jebakan. Kami terpisah di dalam wahana itu. Saya tidak bisa menemukan Rio. Saya bingung dan takut. Saya mencoba untuk keluar dari wahana itu. Tapi, semakin saya berjalan, semakin saya tersesat. Saya melihat cermin-cermin di sekeliling saya. Saya melihat pantulan diri saya. Tapi, bukan hanya itu. Saya juga melihat pantulan orang-orang lain. Orang-orang yang saya kenal. Orang-orang yang membenci saya.

Mereka mulai berbicara kepada saya. Mereka mengatakan hal-hal buruk kepada saya.
"Kayak robot lu, gak ngerti perasaan orang, cuman bisa ngerjain soal-soal doang."
"Pendek banget! Orang-orang yang sekelas sama lu aja pada tinggi-tinggi!"
"Najis, muka lo kayak babi."
"Pinter-pinter masih ngeliat buku. Bodoh."
"Hidup lo gak berguna."

Saya menutup telinga saya. Saya tidak mau mendengar mereka. Saya mencari Rio. Saya berharap dia bisa menolong saya. Saya berteriak memanggil namanya. Tapi, tidak ada jawaban. Saya merasa sendirian. Saya merasa tidak ada yang peduli dengan saya. Saya merasa tidak ada yang mencintai saya. Tubuh saya tidak kuat. Saya jatuh ke lantai. Pantulan yang ada di cermin-cermin mulai mendekati saya. Suara mereka semakin keras. Semakin bergema. Air mata mulai jatuh dari mataku. Tidak ada orang yang akan menyelamatkanku. Tidak ada Rio. Tidak ada Rio. Tidak ada Rio. Saya terbangun. Saya melihat gambar saya sudah selesai. Ternyata, selama ini, yang saya gambar adalah Rio. Saya tersadar bahwa itu semua itu hanya ada dalam kepala saya. Saya tidak pernah bermain bersama Rio. Saya tidak pernah merasakan kebahagiaan bersama dia. Saya tidak pernah memiliki teman seperti dia.

...Saya adalah seorang siswa yang rajin dan pintar. Setiap hari, saya bangun pagi-pagi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, dan mengerjakan semua tugas dengan baik. Saya selalu mendapat nilai bagus-bagus di semua mata pelajaran. Saya tidak punya teman. Orang-orang iri dengan saya, dan mencoba untuk membully saya. Mereka mengatakan saya aneh, bodoh, dan tidak berguna. Saya tidak peduli dengan mereka. Saya merasa kesepian. Sangat kesepian.  Saya merasa sangat lelah setiap pulang sekolah. Saya mandi dan langsung berbaring di atas kasur saya. Saya mengambil pensil dan kertas, dan mulai menggambar Rio. Ruang tidurku menjadi sunyi, hanya ada suara kipas komputer saya dan mesin AC. Saya mulai menangis. Saya merobek gambar saya. Saya lempar kertas itu. Saya mengambil pensil dan kertas lagi. Saya mulai menggambar seseorang lagi. Seseorang yang saya harapkan bisa menjadi teman saya. Seseorang yang saya harapkan bisa membuat saya bebas dari semua ini. Saya berbisik dengan lirih, "...Kapan aku akan bebas dari semua ini?"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun