Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Lemari Tua

6 April 2022   07:31 Diperbarui: 6 April 2022   07:46 150 1
Lemari Tua

Pukul lima sore Nala mulai terbangun. Kondisinya kian membaik setelah delapan bulan di rumah sakit ini. Segala emosi dan perbuatannya sudah dapat terkontrol dengan baik.
"Nita tolong ambilin buku cerita barunya dong" pinta Nala dengan nada merengek.
"Ya" sahut Nita singkat seraya memberi buku itu.
Perkenalkan Nita adalah perawat yang menjaga Nala sedari awal masuk rumah sakit. Ia memang sangat menaruh banyak perhatian terhadap Nala, salah satu bentuk perhatiannya adalah dengan memberi buku cerita setiap bulannya. Dengan adanya buku cerita itu Nita berharap agar kenangan lama tak datang kembali mengganggunya.

Bulan ini Nita memberi buku cerita dengan judul "Makna Sebuah Sunset". Buku ini
Nita temukan di dekat sebuah lemari yang nampak jadul dan sudah usang dengan gembok
karatan sebagai pengamannya.

                                                                                      ***

-Makna sebuah sunset--
Perlahan namun pasti aku mulai membaca buku ini dalam hati.
-Sendiri menatap ke langit di malam hari, terkadang dapat melepas segala masalah yang ada didalam diri. Baru sedikit kubaca buku itu namun, entah kenapa aku merasa bosan.

"Nita bukunya bosenin, ada yang lain engga?" teriak Nala.
"Baca dulu Nala, nikmatin" balas Nita dengan nada kesal.
Aku tertegun mendengar itu. Baiklah mari lepaskan egoku dan mulai membacanya kembali.
-Bintang terlihat redup, seakan kehilangan semangat hidupnya. Ia hanya berjuang
sendiri tanpa siapapun di sampingnya. Serasa ditinggalkan seorang diri, tanpa teman, sahabat, bahkan keluarga.-
Kisah.... Kisah ini.... Mengapa kisah ini nampak hampir mirip dengan
hidupku. Ah biarlah.... "Hanya kebetulan belaka" gumamku dalam hati.
-Sore itu menjelang malam, seorang lelaki nampak duduk di tepian pantai. Ia nampak memandangi langit sore itu dengan wajah penuh duka dan kesedihan. Air matanya mulai membanjiri pipinya yang sudah nampak lusuh. "Bunga yang baik
pastinya dipetik terlebih dahulu untuk dipersembahkan" ungkap lelaki itu menahan amarahnya. "Mengapa... Ketidakadilan ini membuatku ingin menghilang dari dunia ini" sambung lelaki itu sambil menendang gelombang kecil air di pinggir
pantai. Jika boleh Tuhan, kembalikanlah dia.-
Akhir dari buku ini membuat jantungku berdegup cepat. Entahlah, kisah ini membuatku terbawa suasana. Aku melempar buku itu ke arah tempat tidur. Perutku mulai keroncongan, suaranya makin lama makin keras. Perutku sudah berbunyi
sedari tadi. Namun buku itu, rasa penasaranku terhadap buku itu sangat tinggi.
"Nita, kamu dapat buku ini darimana sih?" teriak Nala penuh tanya. Suasana rumah sakit ini sepi, nampak hanya ada dirinya yang berada di rumah sakit ini. "Nita" panggil Nala kembali dengan penuh kebingungan. Hening, hanya ini yang aku
dapatkan.

                                                                                      ***

-Pagi itu di sebuah warung makan aku melihat seorang gadis. "Cantik ya" gumamku dalam hati. Mata cokelat dengan rambut hitam legam dan dipadukan dengan dress sederhana yang terlihat seperti dibuat olehnya sendiri. Gadis itu
menghampiri diri seraya memberikan sarapan yang telah aku pesan. "Ini mas" ucapnya lembut dengan senyum kecil di wajahnya. "Terimakasih mbak" balasku. Gadis itu nampak tersipu malu saat dipanggil mbak. Lalu entah mengapa ia kembali ke mejaku kembali seraya berkata "Mala".-
                                                                                     ***

"Nala, sudah mulai nih, tidur ya" suara Nita tiba-tiba terdengar membuatku
terkejut.
"Astaga, ngangetin banget sih Nita" ketusku dengan kesal.
"Maaf, aku baru kembali dari warung makan nih. Mau nasi bungkus gak?" ucap Nita minta maaf seraya merayuku dengan sebungkus nasi bungkus. Segera aku menghampiri Nita dengan penuh gembira seraya mengambil nasi bungkus itu.
Dingin, mengapa keganjilan demi keganjilan muncul kembali dalam hidupku.
"Nit..." panggil Nala.
Eh kemana Nita pergi, bukannya ia baru saja berada di depanku?
Tak ada yang membalas sapaanku. Ah, biarlah lagipula karena ia tidak ada aku dapat melanjutkan cerita buku itu. Keanehan semakin menjadi-jadi, sampul buku yang semulanya bersih sekarang menjadi hitam seperti habis terbakar. "Aneh"
gumamku seorang diri.

                                                                                   ***

-Tiga bulan telah kulalui untuk menyempatkan diri hadir di warung makan itu untuk membeli sarapan dan menyapa Mala. "Ini Qad" ucap Mala seraya memberikan sarapan itu. "Makasi La" sahutku. Tiga bulan, waktu yang lumayan lama untuk saling bertegur sapa. Satu hari tanpanya duniaku menjadi hampa.-

                                                                                   ***

"Dug... Dug.... Dug....." Bunyi berisik apasih itu. "Malam-malam begini ada apa sih di luar rumah sakit?" gerutuku dalam hati. Keganjilan ini terus terjadi membuat aku bingung. Sunyi.... Lagi-lagi hal ini terjadi, suara tadi tiba-tiba
menghilang entah kemana.

                                                                                   ***

-Bunga mawar mulai mekar
Matahari mulai menampakan sinarnya
Rasa ini membuatku gusar

Burung-burung mulai berkicauan
Hembusan angin mulai menyapaku
Aku bingung apa yang harus aku ucapkan-

                                                                                    ***

Lirik ini, aku merasa pernah mendengarnya. "Nita?" tanyaku dalam hati. Ia sering melanturkannya pada saat pagi hari. "Nita" teriakku memanggilnya. Sunyi.
Aku kesal dengan kesunyian ini.

"Hei Nita, berhentilah bermain-main" ucapku dengan nada kesal.
"Astaga" jeritku seraya memukulkan tanganku ke bantal.
Tak tahan aku dengan semua ini.
                                                                                    ***

-"Hai Mala" sapaku dengan penuh kegembiraan. "Hai Qad" balas Mala dengan senyum menyeringai. "Kaki udah sembuh?" tanyaku. "Eh?" balas Mala dengan kebingungan. "Bisa jalan?" tanyaku kembali. "B..i.s.a" jawab Mala terbata-bata.
"Yaudah nanti sore jalan yuk" pintaku. Mala hanya mengangguk seraya tersipu malu. "Yaampun Qad" balasnya dengan pipi merah merona.-

                                                                                    ***

Hatiku berdegup cepat saat membacanya. Entah mengapa buku ini memiliki
keterikatan khusus saat aku membacanya.

"Oi Nala" sapa Nita secara tiba-tiba.

"Apa Nita? Pagi-pagi udah bikin kaget aja" balas Nala dengan kesal.

"Tumben bangun pagi?" Tanya Nita.

"Baca buku" balasku singkat sambil menahan kesal.

"Ya udah lanjutin deh" balas Nita seraya meninggalkanku seorang diri.

                                                                                   ***

-Sore hari yang indah, aku mulai mendatangi warung makan itu kembali.                                                                                                                Namun kali ini bukan makanan yang akan aku beli, namun pertama kalinya dalam hidupku aku akan membawa seorang perempuan pergi berdua. "Hai Mal" sapaku sore itu. "Hai juga" balas Mala dengan malu-malu. Astaga anggun sekali dirinya, dengan gaun merah muda dan bando hitam yang menghiasi dirinya. "Mari" ajakku tanpa ragu-ragu. Sore itu kami lalui bersama sambil melihat sunset di tepi pantai. Sunset yang sangat indah apalagi bersamadengan orang yang aku cintai. "Makan yuk" ucap Mala seraya
menarik tanganku agar aku bergegas mencari makan. "Ya" jawabku. Malam itu kami berdua pergi ke sebuah tempat makan yang lumayan mewah. Sepi tempatnya, seperti hanya kami berdua yang menyewa tempat makan itu. Sambil
ditemani alunan musk yang menawan, kami mulai makan. Suasana seketika berubah, suasana romantis itu. Perlakuan demi perlakuan yang seharusnya tak terjadi tiba-tiba muncul dan mengontrol diriku. Ia tak melawan diriku yang
tiba-tiba dipenuhi hasrat itu. Mala, gadis perempuan itu menikmati segala hal yang aku berikan kepadanya.-

"Dug.....Dug....Dug..." kebisingan demi kebisingan terus datang
menghampiri diriku.

"Ada apa sih?" teriakku marah kepada diriku sendiri.

Entahlah, suara ini sangat mengganggu kehidupanku. Dengan emosi aku melempar buku itu dan membantingkan tubuhku kea rah kasur. Lalu menutup kepalaku dengan sebuah bantal. Terlelap aku sudah, mataku mulai terkatup.
"Aku dimana?" tanyaku kepada diri sendiri. "Nita....Nita..." teriakku mencari keberadaannya.

Seorang perawat datang sambil membawa sebuah buku dan terlihat panik saat melihatku mencari Nita. "Nita siapa ya mbak?" Tanya perawat itu dengan nada halus dan sopan, sambil berusaha mengontrol nafasnya yang terengah-
engah. "Nita perawat itu sus" jawabku. "Maaf mbak yang namanya Nita disini tidak ada" jawabnya kembali seraya meyakinkan aku bahwa Nita itu tidak ada.

Lelah aku menjalani hidup ini. Semuanya dipenuhi dengan imajinasi, tak ada satupun dari mereka yang mengenal Nita. Badanku semakin lelah, tanpa sadar aku sudah tertidur dengan posisi duduk. Dingin, lagi-lagi dingin. Kurasa tadi
rumah sakit yang baru saja aku lihat terlihat sibuk dan ramai oleh suster dan juga pasien. Namun, kondisinya sekarang sangat sunyi seakan-akan tak ada satu orangpun selain diriku.

"Nita..." aku mencoba memanggil kembali namanya.

"Ya?" sahut Nita.

"Dimana kamu tadi? Dari tadi aku menanyakan dirimu ke semua orang. Dan juga tak ada yang mengenal dirimu sejauh ini. Siapakah kamu? Mengapa buku itu kamu pegang?" Tanya Nita penuh amarah.

"Kalau kamu ingin jawaban ikutilah aku sekarang" jawab Nita

Bergegas aku mengikuti dia, dan tiba-tiba langkahnya terhenti di depan sebuah lemari tua yang sudah rapuh. Nita mengambil sebuah kunci dan membuka lemari itu dan....

Wa...j.a..h yang aku lihat di dalam foto-foto itu Nampak sangat mirip
dengan... N..i.t.a

"Aku tau kamu terkejut, dari ekspresi wajahmu itu sudah menggambarkan
banyak hal" ucap Nita.

"Dan satu hal lagi Nala, kamu tidak harus bersedih dengan semua ini. Memang
terkadang butuh pengorbanan untuk kehidupan selanjutnya yang akan lebih
indah" ucap Nita kepadaku agar tidak terlalu bersedih akan hal ini.

"Tapi, mengapa kamu menyembunyikan dirimu terus dan tidak
memberitahukannya kepadaku?" Tanya Nala dengan kesedihan yang teramat
mendalam.

"Aku butuh waktu anakku" balas Nita.

"Jangan menyalahkan dirimu atas kematianku, kamu adalah anak yang sangat
aku cintai dan aku kagumi. Pengorbananmu, semangatmu sangat luar biasa"
sahut Nita seraya merayuku agar menghentikan tangisku.

"Mala, aku bangga memiliki ibu sepertimu" balas Nala dengan senyum yang
menyeringai sambil menahan tangisnya.

"Ya ampun, sudah lama sekali aku tak disapa seperti itu" balas Nita penuh tawa.

"Ada satu lagi yang harus aku sampaikan kepadamu Nala" ucap Nita.

"Ayahmu ada di pantai itu, ia akan senantiasa menunggu dirimu untuk pergi ke
pantai itu dan pastinya ia akan sangat bangga memiliki anak sekuat dirimu"
ucap Nita seraya meninggalkan Nala untuk selama-lamanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun