Teks anekdot dapat diartikan sebagai cerita lucu atau menggelitik yang bertujuan memberikan suatu pelajaran tertentu kepada pembacanya. Anekdot tidak semata-mata menyajikan hal yang lucu-lucu, guyonan atau humor, namun juga bisa memuat kritik. Dalam teks artikel yang disampaikan, sangat jelas sekali bahwa disebutkan teks anekdot bisa dipakai sebagai sarana mengkritik seseorang atau sekelompok orang namun secara tidak frontal, atau secara lebih halus. Dengan begitu, orang yang dikritik tidak akan merasa tersinggung secara langsung karena kritik bersifat tersirat.
Berikut merupakan contoh teks anekdot dari Gus Dur yaitu "Hasil Otopsi Dokter Bedah Terhadap Kepala Presiden RI" Bung Karno hanya otak kanannya yang berkembang karenanya Bung Karno suka dengan wanita, Habibi hanya otak kirinya yang berkembang karenanya dia suka teknologi, Soeharto saat dibuka kepalanya tidak ada otaknya” Dan tambahan, berdasarkan beberapa sumber ada yang membalas Gus Dur dengan kalimat “Gus Dur saat dibuka kedua otak kanan dan kirinya berkembang, tapi tidak pernah nyambung,” Jika kita analisis, maka teks anekdot tersebut memiliki alur yang cukup lengkap, seperti abstraksi berupa judul teks anekdotnya, dan komplikasi yang berupa kritik masing-masing presiden yang pernah menjabat sebagai pemimpin Indonesia. Seperti yang terlihat, mayoritas teks anekdot oleh Gus Dur digunakan untuk mengkritik.
Berdasarkan yang disampaikan oleh teks tersebut, teks anekdot yang disampaikan oleh Gus Dur mampu menarik perhatian pendengarnya, serta mengandung pesan atau nilai moral. Ini adalah hal yang sangat menarik, karena ini merupakan metode yang tidak lazim digunakan oleh para pemimpin bangsa. Namun secara garis besar melalui pemakaian teks anekdot, Gus Dur dapat menyampaikan apa yang menjadi tujuannya, sekaligus juga membudidayakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bentuk teks anekdot.
Seperti yang disampaikan di artikel bahwa teks anekdot yang disampaikan oleh pak Gus Dur seringkali menimbulkan kontroversi, walau sebenarnya tujuannya baik. Ini tidak mengherankan, sebab pada masa itu kondisi politik Indonesia masih jauh dari stabil. Indonesia masih berusaha untuk memulihkan dirinya dari kekacauan dan keruntuhan ekonomi tahun 1998, banyak gerakan-gerakan separatis yang muncul, petinggi-petinggi negara yang merasa posisi kekuasaan nya terancam. Memang, ketidakstabilan politik pada saat itu sangat membahayakan, karena sebuah sindiran kecil dari suatu pihak hampir pasti dapat menyebabkan kerusuhan yang sejenis tahun 1998. Namun, melalui penggunaan teks anekdot dalam menyampaikan kritik, kerusuhan dapat dicegah karena taktik yang digunakan oleh pak Gus Dur merupakan taktik yang tidak frontal dan sengaja dibuat demikian untuk mencegah terjadinya perpecahan di Indonesia ketika Indonesia masih berada di masa-masa paling lemah.
Kesimpulan yang dapat diambil, teks artikel yang disampaikan oleh pak Ari tersebut yang berjudul “Merindukan sosok pemimpin humoris” telah secara baik mendeskripsikan apa fungsi dari teks anekdot dan bagaimana implementasinya oleh Gus Dur. Penggunaan teks anekdot oleh Presiden keempat RI yaitu Gus Dur sebagai sarana mengkritik secara halus merupakan suatu langkah strategis yang tidak frontal, namun efektif. Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya Pak Ari memberikan contoh-contoh tambahan teks anekdot yang pernah disampaikan oleh Gus Dur agar pembaca lebih jelas menangkap pesan yang disampaikan dalam artikel, dan dapat membayangkan apa yang ingin disampaikan oleh Pak Ari. Hal ini karena tidak semua orang tau apa itu teks anekdot, tidak semua orang tau siapa Gus Dur sebenarnya, dan terdapat kemungkinan orang tersebut belum pernah mendengar teks anekdot oleh Gus Dur sekalipun.