"Don, jangan lupa nanti bekalnya dimakan," nasihat ibu Doni.
"Iya, bu," kemudian Doni terdiam sesaat.
"Bu, kapan aku diantar atau dijemput sekolah? Teman-teman Doni semua diantar dan dijemput. Enak ya, kakak. Dulu mereka sempat diantar dan dijemput ke sekolah oleh Ayah" kata Doni dengan polos selayaknya anak kelas 3 SD.
Ibu Doni hanya terdiam dan mengalihkan pembicaraan. "Sudah, kamu cepat berangkat, nanti terlambat."
Dalam hatinya, ia sangat sedih mendengar pertanyaan dari putranya. Ia juga mendambakan suatu hari nanti ia dapat mengantar dan menjemput Doni seperti teman-temannya. Namun, hal ini sulit untuk dilakukannya karena ia adalah seorang ibu dan seorang ayah bagi keempat anaknya.
Semenjak Ayah Doni meninggal, semua urusan rumah tangga ditanggung oleh Ibu Doni sendiri. Keempat anaknya masih bersekolah. Beberapa minggu yang lalu, kantor Ibu Doni dipindah. Dulu, kantornya dekat dengan rumah. Sekitar 150 meter jaraknya. Sekarang, perlu kira-kira 1,5 jam untuk mencapai kantor dari rumah. Sewaktu kantor Ibu Doni masih dekat rumah, sesekali Ibu Doni masih sempat menjemput anaknya.
Doni adalah anak keempat dari empat bersaudara. Kakak-kakaknya perempuan semua dan berjarak umur cukup jauh darinya. Ayahnya sudah meninggal sejak umur Doni tiga tahun akibat kanker otak. Sewaktu ia TK, ia sempat diasuh dan diantar jemput sekolah oleh tantenya. Namun, sejak ia SD tantenya diterima menjadi guru di suatu sekolah dan tidak bisa mengurus Doni lagi. Sedangkan ibunya juga harus bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarga. Ibunya tidak sempat mengantar jemput Doni karena ia harus memasak dan mengurus rumah kemudian langsung berangkat ke kantor. Untungnya jarak antara sekolah dan rumah Doni tidak terlalu jauh. Sekitar 200 meter.
Setelah beberapa bulan Doni bersekolah, tibalah saat penerimaan rapor. Ibu Doni bersiap untuk mengambil rapor anaknya. Sesampainya di sekolah, wali kelas Doni memberikan rapor dan memberitahukan perkembangan anaknya.
"Selamat pagi, Ibu. Ini rapornya Doni. Doni salah satu anak yang cerdas di sekolah Ibu," jelas Guru Doni.
"Oh ya, Bu?" balas Ibu Doni dengan bangga. Seulas senyum bangga tergambar di wajah Ibu Doni.
"Iya, Bu. Bu, saya mau tanya. Doni selalu dijemput siang? Dia sering sekali bermain bola di lapangan sekolah sepulang sekolah."
"Dia tidak dijemput, Bu. Saya tidak sempat menjemputnya karena kantor saya pindah," jawab Ibu Doni.
Setelah penerimaan rapor, Ibu Doni semakin memikirkan pengasuhan terhadap anaknya Doni. Semenjak kantornya dipindah, Doni semakin kurang mendapat perhatian dan asuhannya. Ia hanya berdoa dan berharap ia kembali dipindahkan ke kantornya yang lama.