Ketika berbicara tentang Islam modern, nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur selalu menjadi salah satu figur sentral. Pemikirannya melampaui batas tradisi, menyentuh isu-isu keberagaman, kemanusiaan, dan demokrasi, menjadikannya tokoh reformis Islam yang relevan hingga kini. Dalam era globalisasi yang penuh tantangan, gagasan Gus Dur tentang Islam menjadi jembatan penting antara tradisi dan modernitas, agama dan pluralisme, keimanan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Gus Dur dan Islam Humanis
Gus Dur memandang Islam bukan hanya sebagai agama ritual, melainkan sebagai jalan hidup yang humanis. Baginya, inti dari Islam adalah keadilan dan kasih sayang, bukan dogma atau formalitas. Pemikiran ini tercermin dalam keberpihakannya kepada kaum marginal, seperti minoritas agama, etnis, hingga kelompok yang kerap terpinggirkan. Gus Dur sering mengutip konsep rahmatan lil 'alamin, yang menegaskan bahwa Islam harus membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan hanya umat Islam semata.
Di tengah isu sektarianisme yang kerap meruncing, Gus Dur tampil sebagai penengah yang menolak klaim kebenaran tunggal. Baginya, pluralisme bukan ancaman, tetapi realitas yang harus diterima dan dirayakan. Dalam salah satu pemikirannya, Gus Dur menegaskan bahwa "Islam tidak perlu menjadi mayoritas untuk menjadi rahmat bagi semuanya."
Islam dan Demokrasi dalam Pemikiran Gus Dur