Masalahnya, hal tersebut tidak mudah, karena merupakan pertama kalinya suatu organisasi hendak dibubarkan secara konstitusional (sebelumnya, organisasi dibubarkan secara tangan besi). Akibatnya, banyak yang canggung dan saling menunggu. Siapa yang paling berwenang? Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, atau harus institusi yang lain lagi?
Menurut saya sih, tidak harus menempuh jalan berliku begitu untuk membubarkan FPI. Kita biarkan saja FPI tetap berdiri, tapi dengan dua persyaratan baru. Pertama, Rizieq Shihab pemimpin FPI, dan Munarman panglima Komando Laskar Islam (sayap paramiliter FPI) dipanggil menghadap Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Kapolri, lalu disuruh menandatangani surat pernyataan.
Isi surat itu adalah bahwa jika ada satu saja anggota FPI melakukan aksi kekerasan fisik dan intimidasi kepada sesama warga sipil dengan alasan apapun, maka Rizieq dan Munarman siap diadili dan menanggung sanksi hukumnya. Dalam surat tersebut, Rizieq dan Munarman juga harus mengakui bahwa aparat pemerintah berhak melakukan segala tindakan untuk menghadapi aksi FPI, termasuk mengerahkan pasukan huru-hara berpeluru tajam.
Kedua, Rizieq dan Munarman wajib mengeluarkan maklumat bahwa seluruh anggota FPI tidak lagi diizinkan melakukan kekerasan fisik dan intimidasi kepada sesama warga sipil dengan alasan apapun. Tentu saja, maklumat itu harus diekspos oleh seluruh media massa.
Apa efek kedua persyaratan tersebut? Yang pasti, ada orang-orang yang secara pribadi jadi jaminan bahwa FPI takkan beraksi lagi. Dengan begitu, bisa diharapkan takkan ada lagi aksi kekerasan fisik atau intimidasi oleh FPI. Jika FPI tak lagi melakukan hal-hal seperti itu, maka mereka tak lagi ditakuti oleh siapapun.
Para pengusaha dan sejumlah pengurus gereja tak lagi merasa perlu memberikan uang keamanan kepada FPI. Akibatnya, Rizieq tak punya lagi dana untuk membayar para anggota gerombolannya, serta membiayai aksi mereka. FPI juga tak mampu lagi menyetor kepada para oknum pejabat, sehingga FPI bakal kehilangan perlindungan politis dari mereka.
Efek berikutnya tidak terlalu sulit untuk ditebak. Bagi anak-anak muda pengangguran, jadi anggota FPI tak lagi menarik. Yang sudah jadi anggota FPI akan ramai-ramai keluar, sedangkan yang hendak direkrut akan menolak. Tanpa dibubarkan oleh pemerintah pun, FPI akan lenyap dengan sendirinya. Indonesia akan kembali jadi negeri yang damai, tanpa ancaman dari gerombolan preman berjubah.
Tentang bagaimana mekanisme pemanggilan Rizieq dan Munarman serta konsep surat pernyataannya, para pejabat terkait tentu tidak terlalu sulit untuk merumuskannya. Ini metode out-of-the-box yang jauh lebih praktis ketimbang mencari pasal-pasal untuk membubarkan FPI.