Dia terkenal sebagai guru bahasa indonesia di sekolahku. Menurutku, dia memiliki "inner beauty" yang tidak pernah dimiliki oleh guru-guru lainnya.
Entah mengapa, aku hanya...suka dia.
Siang itu, jam pelajaran ke tujuh. Anak-anak dikelas tampak lusuh, dan lunglai. Mereka sepertinya tidak memiliki semangat untuk menyimak pelajaran dari Bu Enggar.
Hari itu menjadi hari yang spesial karena Ibu Enggar berulang tahun, aku sempat mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau. Dan tetap bangga, beliau masih memiliki image "kemayu" nya karena memang beliau berasal dari Jawa.
Namun, tadi pagi. Sesuatu membuatku gelisah.
Pemandangan jalan yang aku lewati bersamaan dengan bergulirnya angin, menerpa.
Bisingnya suara motorku membuatku gegar, untungnya aku tidak menabrak atau menyenggol motor didepanku, karena kepalaku tertuju pada sebuah gerobak susu kacang di depan sebuah Sekolah Dasar yang letaknya tidak jauh dari sekolahku.
Pandanganku terkunci, bibirku merapat, mataku terperangah.
Karena dibalik gerobak susu kacang itu ada sosok wanita yang sangat kukenal wajahnya, wajah yang familiar. Dan aku berusaha mengenalinya lebih jauh, aku menyipitkan mata.
Ternyata, itu Bu Enggar.
Guru bahasa indonesia-ku yang juga berjualan susu kacang di sebuah Sekolah Dasar membuatku kaget.
Ternyata selama ini aku salah, aku merasa....bersalah.
Mungkin aku dulu sering meremehkan pelajaran bahasa indonesia, ini pengalaman pribadiku saat aku duduk di kelas 9.
Sampai-sampai aku tidak mau mengenal Bahasa Indonesia, karena mungkin aku lebih  menyukai Bahasa Inggris.
Terimakasih untuk Ibu Enggar, yang membukakan mataku selama aku terlelap dalam pelajaranmu.