Tiap kali malam datang, dan bintang-bintang mengintip dari balik dedaunan, pemuda itu selalu bertanya dalam senyap: Mengapa laki-laki tak bisa hamil? Apa yang membuat perempuan begitu spesial sehingga mereka bisa hamil dan laki-laki tidak? Benarkah hamil itu sebuah karunia, atau justru sebuah bencana? Menurutmu bagaimana? Apakah ada perempuan di alam semesta ini yang menyesal pernah hamil? Selalu ia bertanya tanpa pernah mau mendengar jawabannya. Selalu ia berteriak tanpa pernah berani bersuara. Ia hanya bisa meruapkan feromon yang mengidentifikasi dirinya dalam atlas jagad raya, menjadi sebuah titik minuskular yang lebih kasat mata dari amœba. Tanpa suara, tanpa cahaya—tanpa diri yang jadi.