Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerpen Penerus

15 Maret 2012   09:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:01 100 0
Di sebuah taman kanak - kanak, daerah ibu kota

"coba sekarang, siapa yang mau ke depan?" tanya ibu guru. "Iya, Fathul.."

"iya, ibu.."

Dan si anak pun berdiri didepan kelas

"nah.. Fathul.. coba ceritakan cita - cita kamu kalau sudah besar?"

"Fathul ingin kaya Rasulullah ibu..."

"hahahaha" tawa anak sekelas melihat cita - cita Fathul. Saat kecil bayangan cita - cita tidaklah serumit Fathul, mayoritas ingin jadi pilot, dokter dan hal yang bersifat mudah dimengerti lainnya. Menjadi seperti Rasulullah adalah sebuah cita - cita yang tidak terbayangkan, dari bagaimana caranya dan kapan. Namun meski demikian Fathul tetap pada cita - citanya.

"..." Fathul hanya terdiam

"sudah tenang-tenang"

Fathul pun tumbuh dan berkembang menjadi seorang pemuda remaja, kini dia memasuki masa remajanya di sebuah Sekolah Menengah Negeri. Suatu ketika dia ikut seleksi masuk keorganisasian di sekolah, diantaranya kerohisan, osis, dan karya ilmiah remaja (KIR). Dari ketiganya, dia tidak masuk satu diantaranya.

"maaf ya, kamu tidak lulus dalam tahap wawancara" jawab salah satu pewawancara

"...." Fathul hanya terdiam dan sedikit kecewa

Diapun berusaha untuk menjalankan tugasnya di dua organisasi dengan tidak sekalipun kehilangan tekadnya itu.

Dirumah, Fathul pun bercerita pada kedua orang tuanya

"ya sudah thul" jawab ibunya, dirumah dia biasa dipanggil thul

"tidak usah dipikirkan lah" "masih banyak organisasi kedepan yang akan membutuhkan kamu"

"tapi.. yah"

"Fathul ini tidak akan terhenti di SMA, nanti ada pendidikan di universitas juga, dan cobalah lagi ikut seleksi" jawab ayahnya menenangkan Fathul

"baik.. yah"

Dua bulan berlalu dan diadakan forum pemilihan ketua untuk karya ilmiah remaja

"saya menyuarakan Fathul"

"saya juga"

"kami juga"

"satu suara untuk fathul saya berikan" jawab seorang wakil anggota KIR

"baik, sesuai kesepakatan forum, Fathul menjadi ketua KIR berikutnya"

"tunggu" jawab Fathul

"ada apa Fathul?"

"saya menolak menerima amanah ini"

"mengapa?" tanya pimpinan pemilihan

"saya tidak pantas, itu saja"

"kamu pantas!" jawab seorang pemilih

"iya, tidak ada seorang pun disini yang memiliki sifat seperti kamu!"

"nah, Fathul" "suara forum telah memilih kamu" "kamu tidak bisa menolak"

"baiklah.. tapi ada syaratnya"

"?"

"dua syarat dan putuskan apakah saya pantas diterima atau tidak setelah mendengar dua syarat ini"

"baik.."

Keesokan harinya diadakan rapat pembentukan kebijakan untuk kinerja KIR selama satu tahun ke depan. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB

"waktu sudah sore, untuk keberlanjutan rapat ditunda menjadi besok" jawab seorang ketua

"bagaimana kalau kita tuntaskan sampai pukul 18.00, ketua"

"kita kembali pada kesepakatan dulu" "masih ingat kan"

"..?"

"tidak akan diadakan rapat melebihi pukul 16.45, dikarenakan waktu pulang untuk siswi"

"kalau siswa saja bagaimana?"

"boleh, tapi tanyakan pada seluruh anggota, bagaimana para anggota?"

"lebih baik besok saja" jawab seorang siswi

"kami bertiga juga ingin tahu keberlanjutan kebijakan ini" tambah siswi lainnya

"betul, percuma kalau rapat dilanjutkan atau dipaksakan hanya berdua"

"kamu dengar?" "semuanya kita akhiri dengan berdoa menurut kepercayaan masing - masing.

Salah satu syarat itu adalah penyesuaian waktu pengadaan rapat yang intensif diantaranya rapat dilakukan setiap hari, rapat tidak melebihi pukul 16.45, bagi yang tidak ikut rapat harus membuat resume tentang dari kegiatan ibadah masing - masing dalam seminggu, peserta rapat tidak dicampur dan dibatasi dengan papan agar tidak ada main mata.

"peraturan ketua aneh ya" gosip seorang siswi ketika sedang pulang

"awalnya sih" "tapi menyenangkan juga loh kesini - sininya"

"menyenangkan bagaimana?"

"dulu ketika rapat kita selalu melihat langsung yang cowo, banyak bercanda, dan angin - angin ikut rapat, coba sekarang" "kita jadi fokus mengerjakan tugas KIR kan, nga ngaret - ngaret gitu"

"hehe iya juga"

Teet, suara klakson motor dari belakang

"lekas pulang kerumah, hati - hati"

"iya ketua..." jawab dua siswi itu serentak

Jum'atnya di teras mesjid sekolah

"coba kamu baca satu halaman"

"baik, ka"

Tiba - tiba ada seorang yang datang

"maaf, kakak ketua KIR"

"iya ada apa?"

"bisa ganggu sebentar"

"ada apa"

"ada undangan dari bidang fulan keorganisasian fulan bin fulan"

"oh, nanti saja"

"ini penting"

"nanti saja, saat ini saya sedang memberikan hal yang lebih penting dari pada yang kamu bawa, silakan tunggu sejam lagi"

"Ka, tidak apa - apa" "mentoringnya ditunda saja"

"tidak" "lanjutkan saja"

"baik ka"

Peraturan kedua, setiap anggota KIR wajib mengikuti kegiatan keagamaan masing - masing setiap minggunya dan membuat laporan tertulis. Untuk yang muslim dan angkatan baru akan dimentoring oleh ketua langsung dibawah pengawasan pengajar agama islam sekolah, sedangkan yang nonmuslim dan angkatan baru akan dimentoring oleh pengajar yang bersangkutan dengan kesepakatan diberikan pada pihak yang bersangkutan.

Waktupun bergulir dengan cepat, kini Fathul pun telah semakin berkembang dewasa. Kepribadiannya pun semakin bertambah dengan pesat, kini dia memasuki kehidupan berumah tangganya. Fathul dikaruniakan seorang anak perempuan dari pernikahan tersebut.

Anak perempuan itupun tumbuh menjadi seorang muslimah anggun dan tawakkal, dari ayah seorang pengajar dan ibu seorang aktivis menumbuhkan rasa keimanan yang kuat dalam dirinya. Hingga satu hari telah tiba waktu anak perempuannya untuk menikah, kini... terdapat tiga calon yang melamar anaknya tersebut, seorang insyinyur universitas Al Adzhar, seorang manajer perusahaan ternama di Amerika, dan seorang Ustad lulusan Arab. Ketiga - tiganya merupakan orang yang secara ekonomi sangat tinggi. Ya karena tidak ada pernikahan yang barokah seandainya seorang suami hanya berjanji membahagiakan namun pada kenyataannya kemelaratan yang diberikan pada istri. Bagaimana bisa memajukan kehidupan seandainya bekal hanya iman tanpa finansial.

"Imah serahkan pada abah saja ya.." jawab anaknya, namanya Salimah Nur Hasanah, Nur Hasanah diambil dari nama ibunya Hasanah Munaroh

"kamu yakin, mau abah yang menentukan"

"iya bah, Imah patuh pada pilihan abah"

"ya sudah, abah ingin melihat mereka satu per satu"

Hari I, insyinyur itupun menemui abah

"coba saya mau lihat hafalan ayat kamu?"

Insyinyur itupun dengan fasih membacakan surat demi surat didepan abah. Susunan huruf, makhraj, dan tajwiidnya sangat pas, sepertinya keturunan Abdullah (Anak kedua Ummu Sulaim dan Abu Thalhah). Rasanya sangat pas dia menjadi menantuku. Kemudian abahpun menanyakan sesuatu

"apa yang saudara ketahui tentang mentoring, islam dan keadaan saat ini"

Jawaban yang sangat indah, tinggi dan melayangkan cita setinggi surgha pun terbayang dari mulut si insyinyur. Sudahlah ini adalah lelaki yang bisa meneruskan cita - cita perjuangan ku sejak dulu. Begitu yang dipikirkan abah namun...

"saudara masih mentoring?"

Hari II, manajer itupun menemui abah dengan langkah sedikit gugup

"coba saya mau lihat hafalan ayat kamu?"

Hasil yang kurang memuaskan didapat dari manajer itu, susunan huruf, makhraj, dan tajwiidnya sangat jauh dari sempurna, hanya terhenti setengah juz. Sepertinya dari cara dia membaca, sudah sangat lama dia tidak belajar Al - Qur'an, akhirnya saat itu pun dia yang diajari oleh abah. Sepertinya si manajer ini lebih cocok menjadi muridnya dan menjadi adik bagi Salimah karena kepolosan dan keluguannya.

"apa yang saudara ketahui tentang mentoring, islam dan keadaan saat ini"

Jawaban yang sangat sederhana keluar dari mulut si manager, "saya suka dengan islam dan Rasulullah"

Kemudian mau menanyakan apakah masih mentoring, melihat dari sikapnya, sepertinya pertanyaan itu tidak akan dijawab melainkan sudah lama tidak. Tapi keadilan tetaplah keadilan, abah pun menanyakan

"saudara masih mentoring?"

Hari III, ustad itu menemui ayah, namun satu kesalahan diperbuatnya ketika menunggu ayah.

"meng-meng..." sambil menggulurkan tangannya yang kosong ke kucing

"...." Abah pun langsung menolaknya karena tindakannya sudah seperti membohongi, baru ketemu sudah membohongi kucing, apalagi nanti setelah menjadi suami mungkin saja membohongi istri.

dan seterusnya dilakukan guna melihat kesungguhan kedua orang tersebut

pada suatu malam, Salimah pun menemui umi dan abahnya , Fathul tentang ketiga calon tersebut.

"ini bah?" tanya Salimah

"iya, mah. Abah yakin orang ini akan menjadi suami kamu yang baik"

"tapi dia.."

"benarkan bah?" "Salimah juga tahu" tambah uminya

"tapi niatnya sangat terasa mah" "selanjutnya adalah Salimah yang harus memilih, Abah dan Umi hanya dapat membantu sampai tahap ini"

"...iya tidak apa - apa, Bah" "Imah ikut pilihan abah dan umi saja"

"berpikirlah dulu mah" "Umi dan Abah bisa memahami kalau kamu menolak" tambah umi menjawab

"tidak apa kok, Umi"

Dan akhirnya Imah pun menikah dengan pilihan abahnya itu, dan memang sebuah perubahan terjadi..

Diawal pernikahan mereka

"Kang, mau kemana?"

"Akang mau ke mesjid dulu mah" "dipanggil Abah, Mah"

"oh"

Lima tahun kemudian

"Mah, sudah disiapkan kitab-kitab akang"

"segini aja kang"

"iya, itu saja"

"akang pergi dulu"

Di masjid A, sipemuda itupun mengisi kegiatan pengajian rutin dari dzuhur hingga ashar

Di masjid B, dia lanjutkan dari ashar sampai maghrib

Di masjid C, tempat dia tinggal bersama istrinya imah, dia pun mengajar setiap subuh hingga fajar, muridnya adalah siswa - siswa pesantren abah.

Hari demi hari dia isi dengan mentoring keliling, melanjutkan tugas mertuanya dulu. Hingga suatu ketika diapun mengajak istrinya Imah bersama puteranya untuk menemani kegiatannya,

"Kang, nga apa - apa"

"apanya?"

"aku dan Fadli ikut akang"

"nga apa - apa Mah, justru akang senang"

Ditempat dimana dia mengisi mentoring, diapun menyampaikan materi demi materi hingga suara lantang namun tenang

"Islam bukan agama terorist" "orang yang menganggap agama ini sebagai terorist hanyalah orang bodoh yang menyamakan semua umat islam atas kesalahan seorang yang mengaku beragama islam"

"bla....bla..." dengan tegaspun, dia menyuarakan perubahan pemikiran beberapa orang terhadap agamanya.

Salimah pun melihat dari belakang dan teringat pada cerita ayahnya

Abah bercerita kepada Imah tentang pilihan dimalam itu

"Sudah lama mentoring" tanya abahnya

"sudah tidak lagi pak" jawab sipemuda dengan polos

"mmm, kalau begitu mungkin sebagai calon suami Imah, saya tidak bisa menerima kamu"

"...ohh, tidak apa pak" "saya ingin mentoring, pak"

"memang karena apa kamu mau mentoring"

"saya suka dengan mentoring pak" "itu saja"

"?" "lalu setelah mentoring, apa yang bisa kamu perbuat untuk agama ini"

"mmm, menghasilkan keturunan penerus perjuangan mentoring pak"

"ahhh" "(inilah yang kucari sejak dulu)"

"bla...bla..." suaminya masih terus berdakwah didepan para masyarakat

"Abah - Umi, sepertinya harapan kalian memang benar" "dan dia adalah penerus perjuangan mentoring"

"..."

"terimakasih Abah... Umi..."

Puteranya pun ketika beranjat dewasa pun berkata didepan kedua orang tuanya

"Umi, Fadli mau seperti Abi.." "karena itu Fadli akan belajar agama dan juga ilmu untuk mewujudkannya"

".." Umi dan Abi hanya bisa tersenyum melihat tekad anaknya itu

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun