Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Artikel Utama

Menjawab Keheranan Jokowi

31 Oktober 2014   15:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04 3488 21
Tulisan ini merupakan jawaban dari berita tentang keheranan Presiden Jokowi terkait penerimaan pajak yang selalu dibawah target. Presiden Jokowi mengatakan bahwa dilihat rasio 10 tahun terakhir ini hanya naik 0,1%. Sejak tahun 2005-2013 penerimaan pajak tidak pernah tercapai. Kemudian juga tax coverage ratio hanya 53%. Dan PPN yang paling potensial hanya 50%.

Jawaban saya tentu dalam perspektif sebagai pegawai DJP. Pegawai pajak yang setiap hari kerja ngantor di kantor pajak. Sebagai orang pajak yang sudah belasan tahun berhubungan dengan Wajib Pajak, saya paham kelemahan dan kekurangan DJP agar tax ratio meningkat. Histori DJP membuktikan bahwa nominal pajak yang dikumpulkan selalu naik tetapi tax ratio tetap stagnan. Pasti ada yang salah. Berikut opini saya.

Otonomi Pajak

Jawaban pertama untuk meningkatkan tax rasio adalah dengan melakukan perubahan radikal dalam organisasi pengumpul pajak. Disebut radikal, karena organisasi pengumpul pajak harus keluar dari birokrasi. DJP adalah instansi yang pertama dan pionir dalam reformasi birokrasi. Bahkan di Kementrian Keuangan, esolon I lain boleh dibilang ketinggalan dalam hal reformasi dibanding DJP. Dan DJP sering menjadi benchmark modernisasi. Itu fakta.

Reformasi jilid I DJP berlangsung 2002-2008 dengan agenda:


  1. Perubahan struktur organisasi menjadi function type. Tujuannya untuk meningkatkan pelanan pada Wajib Pajak. Maka lahirlah TPT (tempat pelayanan terpadu), outbond centre (kemudian menjadi Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan, KLIP), dan adanya petugas AR yang melayani dan sekaligus mengawasi Wajib Pajak.
  2. Pelayanan satu atap di KPP dengan melebur Karikpa dan KPPBB. Kemudian fungsi keberatan dipindah ke Kanwil.
  3. Membentuk KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama sesuai skala Wajib Pajak.
  4. Restrukturisasi kantor pusat DJP dan DJP. Kantor pusat fokus pada kebijakan, dan kanwil berfungsi sebagai koordinator antar KPP.
  5. Memperkenalkan transformasi sumber daya aparatur, proses bisnis, dan teknologi informatika sehingga manajemen DJP selalu up-to-date.
  6. Menerapkan fungsi pengawasan internal dan investigasi internal, yaitu KITSDA. Unit ini termasuk unit yang paling terkenal "galak"nya baik di pegawai DJP maupun pegawai Kementrian Keuangan lainnya. Operasi tangkap tangan KPK beberapa justru dimulai dari unit ini.
  7. Remunerasi pegawai. Jika kementrian lain baru ramai ngomongin remunerasi tahun 2014 ini, DJP sudah mempraktekkan sejak dulu.
  8. Perubahan Undang-Undang perpajakan yaitu UU KUP, UU PPh, dan UU PPN. UU KUP yang sekarang berlaku terkenal dengan konsep "equal treatment" antara DJP dan Wajib Pajak.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun