Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Marginalisasi sebuah Bentuk Eksploitasi Wanita

3 Mei 2012   02:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 1833 0
Pada dasarnya  pengertian kodrat wanita dari segi Islami yaitu Allah Swt. telah memberi kedudukan mulia bagi wanita dengan menetapkan mereka menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Itulah posisi terbaik bagi wanita, karena Tuhan/ Allah  Swt adalah Pencipta segenap makhluk sangat mengetahui apa yang terbaik bagi mereka.


Dan sudah jelas, Karena kewajiban utamanya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, maka Islam memberi hak bagi wanita untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Mereka tinggal di dalam rumah, tetapi mendapat pemenuhan kebutuhan hidupnya secara makruf (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 223).


Substansi wajah wanita dari segala aspek juga mendapat posisi yang tidak buruk dibandingkan dengan lawan jenisnya, yaitu laki-laki. Perempuan memang harus totalitas memberikan kontribusi dalam tatanan sosial khususnya. Namun jangan memandang realitas itu adalah sebagai tekanan, penghambat, ataupun pengunci perempuan untuk bisa "luwes" dibidang lain. Karena perempuan yang cerdas, isteri yang cerdas, dan ibu yang cerdas adalah seorang yang mampu memanagement semua tatanan kehidupan lahir dan batin secara APIK yang tentunya dengan intensitas seorang pendamping yang APIK pula dalam bekerjasama membangun kesemuanya itu.


Pernah mendengar atau terbesit bahwa wanita adalah "Ratunya Rumah Tangga". Benar memang, mengapa..? Karena  menurut mutaffaqun alaihi dijabarkan bahwa “Dan wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.". Atau pernah terpikirkan  mengenai ungkapan "Wanita Baja"...? Ya', ungkapan itu adalah salah satu ungkapan yang diserukan oleh kaum FEMINIS untuk memberitahukan dan membuktikan bahwa wanita juga memiliki kekuatan dalam menghadapi segala rintangan duniawi. Fakta kecil dalam tatanan sosial adalah ketika ada seorang wanita menjadi sopir kendaraan umum busway misalnya, bukanlah pemandangan yang aneh. Jangan heran juga jika ada ibu-ibu mengayuh becak di sekitar anda. Pekerjaan-pekerjaan berat (baca: pekerjaan lelaki) tersebut tidak canggung dilakoni oleh wanita saat ini. Kebutuhan ekonomi yang mendesak dan ide pemberdayaan ekonomi wanita yang didengung-dengungkan oleh kaum feminis telah menyihir wanita-wanita Indonesia untuk terjun langsung di sektor ekonomi.


Ada banyak kasus yang menimpa dalam tatanan sosial yang mengakibatkan gejolak-gejolak negatif "menghajar" rumah tangga atau lingkungan keluarga menjadi pupus. Salah satunya mengenai tingkat ekonomi yang tidak mencukupi. Hal ini memang kerap terjadi dalam FASE berumah tangga, namun TIDAK SEDIKIT pula penyimpangan ekonomi juga dilanda oleh para kaum remaja puteri dibawah umur yang memang harus berkewajiban membiayai segala keperluan keluarganya. Tidak jadi sebuah masalah memang jika seorang wanita ikut memberikan kontribusi yang luar biasa dalam segi finansial. Banyak perihal juga yang patut dibanggakan dalam prestasi itu, baik dalam kondisi remaja, dewasa, isteri, maupun seorang ibu. Keadaan yang BENAR akan peran dan serta fungsi dalam segi pencarian pembiayaan yang mendukung  bagi perempuan jika semua perempuan bisa menjadikan aspek ekonomi sebagai pemberdayaan positif menghasilkan keuntungan. Hal tersebut juga didukung oleh Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19 Desember 2000 yang menyebutkan "Dengan dalih pemberdayaan ekonomi perempuan tidak hanya akan memberi keuntungan, tetapi juga memberi solusi dari persoalan keluarga termasuk masalah perekonomian negara, maka dicanangkanlah program pemberdayaan perempuan".


Saya tidak akan membahas panjang tentang Instruksi Presiden mengenai pemberdayaan perempuan, namun yang akan saya bahas lebih detail adalah stigma-stigma yang bermunculan pada  wanita. Saya ingin berbagi cerita bahwasannya setiap wanita memiliki HAK untuk dilindungi, dijaga, dan diberikan kompensasi penuh akan keamanan  dari segala bentuk eksploitasi. Ada sebuah KEBERUNTUNGAN yang muncul dari sebagian perempuan dalam ikut serta  Berawal saya ingin mengambil fenomena miris ketika saya membaca sebuah informasi di salah satu media online. Berikut kutipannya:



"Modus yang dilakukan komplotan itu, awalnya para korban di tawari oleh tersangka untuk bekerja di sebuah kafe dengan fasilitas menggiurkan. Namun, sesampainya di Palembang, para korban dijadikan PSK, dengan bayaran Rp150 ribu sekali melayani lelaki hidung belang. "Selama di Palembang, para korban tidak boleh berkomunikasi dengan keluarganya dan ditakut-takuti dengan menggunakan senjata api.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun