Memandang dari atas Pulau Baling-baling sangat menenangkan Saya berjalan di atas dermaga kayu sederhana . Beberapa pijakannya sudah ada yang bolong. Suara denyit juga terdengar jelas ketika langkah kaki Saya melintas. Panjangnya tidak seberapa, mungkin hanya sekitar beberapa meter. Letaknya berada di belakang rumah. Milik para nelayan
desa Tumbak, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Dari sini,
Pulau Baling-baling tampak di kejauhan. Tali yang mengikat pada perahu Saya tarik. Perahu pun mendekat, membuat langkah Saya dengan mudah tiba di atas perahu. "tadinya kita mau naik
perahu no problem," kata
Ridel pemandu Saya. Namun rencana itu urung dilaksanakan. Peralatan yang di bawa
Andi menjadi pertimbangan. Ia takut dengan air laut yang bergejolak bisa merusak peralatan. Bentuk kapal
no problem sangat kecil. Mungkin seperti sampan yang diberi mesin. Antara tepian perahu dan permukaan air sangatlah dekat. Warnanya di cat
orange. Beda dengan perahu yang Saya tumpangi. Warnanya putih di bagian luar dan biru pada bagian dalamnya. Mungkin berkapasitas mencapai 15 orang. Cukup untuk mengangkut Saya,
Ibo, Andi. Ditambah Ridel,
Kiki dan ayahnya. Perahu bergerak perlahan. Di dorong dengan bambu yang diceburkan. Karang-karang masih tampak jelas di permukaan air. Kiki berada di bagian ujung depan perahu. Memberi navigasi pada ayahnya yang bertugas di belakang. Setelah berada di perairan yang cukup dalam, mesin kapal akhirnya dinyalakan. Cuaca saat itu panas. Angin bergerak bebas ciri khas laut. Gulungan ombak tak segan menerpa bagian depan perahu. Membasahi bagian dalam termasuk pakaian yang Saya kenakan.Secara terus-menerus gelombang ombak menerjang perahu. Semakin ke tengah, gempuran yang di dapat semakin kencang. Kadang perahu berada di atas ombak lalu turun dengan cepat. Melahirkan bunyi yang keras dari dasar perahu. Ibo merasa panik. Ia meminta jaket pelindung. Sadar akan dirinya yang tidak bisa berenang. "Gak apa-apa, tenang aja" kata
paman. Panggilan Saya ke si pemilik perahu. Kata-kata itu tidak ampuh. Ombak terlalu menyita perhatian Saya untuk waspada. Begitu juga dengan Ibo yang duduk bersebelahan dengan Saya. Tangannya erat memegang tepi perahu. Raut wajahnya begitu tegang. Pandangan matanya gelisah. Berharap tidak terjadi apa-apa dengan perjalanan ini. Dari arah depan, bentuk pulau yang menjulang bak bukit semakin terlihat. Perahu semakin mendekat, hingga bersandar di tepi pantai. "ayok cepet nanti perahunya kandas" pinta paman sambil menahan perahu. Ombak terus mendorong perahu hingga ke tepian. Saya dan lainnya lompat berhamburan ke pantai. Setelah perahunya kosong dengan penumpang, Paman bergerak cepat. Mendorong perahunya kembali ke perairan. Sedangkan Saya dan lainnya, berjalan menyusuri pesisir pantai.
KEMBALI KE ARTIKEL