Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pembelajaran dari Opsi Khusus Untuk Mengatasi Pembajakan kapal “SINAR KUDUS”

30 Mei 2011   13:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:03 371 0
(JAKARTA) Keluhan dari keluarga anak buah kapal (ABK) Sinar Kudus yang ditawan perompak Somalia karena lambatnya penanganan dari pemerintah. Pasalnya, respons pemerintah baru dilakukan dalam beberapa hari terakhir . Padahal puluhan ABK Sinar Kudus sudah ditawan sejak lama.

keluarga salah seorang ABK, Dudi Wahyudi (32 tahun), warga Perum Mangkalaya Bolok B8 RW 04 RW 02, Desa Cibolang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi. ''Penanganannya lambat dan tidak ada perubahan,''ujar ibu kandung Dudi, Ny Maryati (59), yang ditemui di rumahnya. Contohnya, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memberikan informasi kepada pihak keluarga baru beberapa hari yang lalu. Setelah ada pemberitaan di sejumlah media massa baru pemerintah berencana dengan tindakan pembebasan dan operasi lainnya.

Menurut Sejarah Pembajakan Maritim (Maritime Piracy) di Lepas Pantai Somalia Pembajakan kapal dan perompakan bersenjata di laut "off the coast" Somalia (Laut Arabia/Laut Hindia) merebak sejak perang saudara pada permulaan abad 21/tahun 1990 an; jadi sejak itu Somalia bisa dikatakan menjadi "Failed State".

Pembajakan kapal dan perompakan di laut tersebut dinilai sangat membahayakan perdamaian dan keamanan international (Chapter VII UN Charter), sehingga PBB/DK PBB menaruh perhatian yang besar. Apalagi adanya Complains yang diajukan terutama oleh International Maritime Organization dan World Food Programme yang sebagian besar mendayagunakan kapal untuk melaksanakan program-programnya dan banyak negara kemudian mendukungnya dengan kekuatan militer.

Yang menarik adalah faktor kriminal di belakang kejahatan internasional (International Crime) tersebut yang merupakan penyebabnya, yaitu: protes para nelayan Somalia terhadap "illegal fishing" dan pembuangan sampah beracun di perairan Somalia oleh kapal-kapal asing, yang menghancurkan mata pencaharian nelayan Somalia dan mendorongnya menjadi pembajak, perkembangan menunjukkan bahwa para "warlord" akhirnya memperalat mereka, mengingat keuntungan finansial yang menjanjikan.

Para pembajak rata-rata berumur sekitar 20-35 tahun; berasal dari wilayah Puntland, tergabung dalam 5 gang terdiri atas kurang lebih 1000 orang; terdiri atas para nelayan local yang merupakan otak karena pengalaman, pengetahuan dan ketrampilannya serta merasa terzolimi oleh "illegal fishing" dan rusaknya lingkungan laut; kemudian bekas anggota milisi yang semula berjuangan untuk "warlord" lokal atau bekas anggota militer dari pemerintahan sebelumnya; dan ahli-ahli teknik yang mampu mengoperasikan alat-alat canggih seperti GPS.

Menurut data bahwa 70% masyarakat pantai justru mendukung sepenuhnya pembajakan dan perompakan di laut tersebut sebagai bentuk "national defence" terhadap laut territorial Negara, untuk melindungi daerah perikanan, refleksi keadilan dan kompensasi terhadap sumberdaya laut yang dicuri. Dengan demikian selama belum ada "effective coast guard" setelah perang saudara dan pecahnya persatuan angkatan bersenjata, mereka menjadi pembajak dengan tujuan untuk melindungi laut territorial. Mereka menyebut dirinya sebagai "The National Volunteer Coast Guard".

Namun kenyataan membuktikan bahwa akhirnya keuntungan finansial sekarang merupakan motif utama pembajakan, dalam bentuk uang tembusan (ransom).  Masalah ini juga  membuat negara-negara di belahan dunia ini marah dan mengharapan adanya Langkah Internasional. Atas dasar resolusi DK PBB 1838 Tahun 2008, negara-negara diharapkan menggunakan kekuatan militer (naval task force) dalam bentuk "counter piracy operations" untuk memberantas pembajakan dan perompakan di laut;  Ocean Shields (NATO and partners). "Combined Task Force 150", suatu koalisi internasional untuk memberangi pembajakan di Somalia dengan membentuk "Maritime Security Patrol Area" di teluk Aden, demikian juga perusahaan keamanan Inggris "Saracen International";  "Combined Task Force 151", yang dibentuk tahun 2009; Yang dibentuk oleh EU yaitu operation Atlanta.
Independent mission seperti Jepang, India, Russia, RRC, Korsel, Iran, Malaysia; negara Indonesia menyusul belakangan ke Somalia, ada dua kapal perang plus satu helikopter dengan 400 anggota militer dari kopassus dan marinir yang siap menyerang para bajak laut.
Semuanya dikoordinasikan oleh Shared Awareness and Deconfliction (SHADE) yang terdiri atas lebih dari 20 negara. Data menunjukkan bahwa sekalipun banyak penguasa di Somalia termasuk "transitional federal government" yang juga berusaha memerangi pembajak termasuk operasi darat terhadap tempat persembunyiannya di darat (daerah otonomi Puntland) beberapa penguasa wilayah di Somalia (Galmudug) terlibat pembajakan untuk pelbagai kepentingan seperti menggunakan gang pembajak untuk pertahanan menghadapi pemberontak-pemberontak (Muslim) dari negara-negara konflik di Selatan.

Dalam beberapa kasus, sejak tahun 1998 PBB mengeluarkan resolusi yang mengijinkan negara lain atau organisasi regional atau kapal perang internasional untuk mengejar pembajak masuk dalam laut territorial Somalia. Sebagai contoh AL India pada 21 November 2008 langsung turun tangan menghajar para perampok/bajak laut.
Perkembangan Tahun 2000 di DK PBB (Res. 1897/2009) ada beberapa hal yang patut diperhatikan, Setiap negara harus menghormati kedaulatan, integritas territorial, kemerdekaan politik dan persatuan Somalia, termasuk hak Somalia terhadap SDA lepas pantai, perikanan, sesuai dengan hukum internasional.
DK PBB mensyaratkan bagi setiap negara dan organisasi regional yang akan memasuki laut territorial Somalia untuk memerangi dengan segala cara (use allo necessary means) untuk memerangi pembajakan dan perampokan bersenjata di laut di lepas pantai Somalia, agar berkerjasama dengan Somali Transitional Federal Government (TFG), yang akan memberikan "advance notification" kepada sekretaris jenderal PBB, dan akan diperbaharui setiap 12 bulan.
Penegasan perlunya diperhatikan hukum international yang diatur dalam UNCLOS 10 Desember 1982, yang mengatur kerangka hukum yang dapat diterapkan untuk memerangi pembajakan dan perampokan bersenjata di laut, termasuk segala aktivitas di laut yang lain. Setiap negara yang memiliki kemampuan diharapkan turut serta mengambil bagian dalam memerangi pembajakan dan perompakan di laut lepas pantai Somalia, dengan menggelar kapal perang, senjata dan pesawat udara militer dan berusaha mensita/merampas perahu, kapal, senjata dan lain-lain yang berkaitan dengan peralatan yang digunakan untuk melakukan pembajakan dan perompakan di laut.

Kepentingan Indonesia Untuk Terlibat langsung; Sesuai dengan tujuan nasional, khususnya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (kapal/kendaraan air berbendera Indonesia dan didaftarkan di Indonesia merupakan wilayah teritori Indonesia); dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembajakan di laut dan perompak bersenjata di Indonesia merupakan tindak pidana berat yang diatur dalam KUHP.
Harga diri dan wibawa pemerintah, khususnya TNI yang telah memiliki reputasi internasional dalam menanggulangi pembajakan. Beberapa Hal Yang Perlu dipertimbangkan dan dilakukan: Pembebasan melalui opsi militer kapal "Sinar Kudus" beserta awak dan muatannya, sangat ideal apabila dilakukan di lepas pantai (off the coast) Somali atau di laut bebas/high sea dengan pertimbangan terukur untuk melindungi awak kapal dan kapal itu sendiri yang muatannya sangat mahal. Opsi militer apabila dipilih, perlu bekerjasama dengan pemerintahan transisi federal Somalidi samping itu, pemberitahuan keapda "combined task force" setempat yang sudah ada perlu dilakukan.
Penyerangan atau lebih tepatnya pengejaran untuk memerangi perompakan dan perampokanbersenjata masuk dalam laut territorial Somalia (misalnya setelah uang tebusan dibayar), dapat dilakukan dan harus dilakukan dengan bekerjasama denganpemerintahan transisi federal Somalia, dengan notifikasi awal (advance notification) kepada Sekjen PBB, hal ini juga dilakukan tanpa melupakan anatomi dan "historical background" tumbuhnya gang-gang pembajak di Somalia.
Penggunaan TNI tidak perlu dikhawatirkan menimbulkan reaksi nasional dan internasional, karena dalam pelbagai dokumen internasional selalu digunakan istilah "to apply military force"atau military presence" untuk memerangi pembajakan dan perompakan bersenjata di laut.

Di masa depan Indonesia harus aktif berperan serta dengan melakukan independent mission dan melaksanakan pelbagai resolusi DK PBB untuk memerangi pembajakan dan perompakan bersenjata di laut, khususnya di luat Arabia/Samudera Hindia mana Indonesia sangat berkepentingan; khususnya lagi pengawalan terhadap kapal-kapal komersial berbendera Indonesia harus selalu dilakukan dengan diiringi kapal-kapal perang seperti yang dilakukan oleh negara-negara lainnya yang melewati kawasan rawan bajak laut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun