Sekarang kita hendaknya bertanya, bagaimana peran media-media tersebut (Televisi, Surat khabar) dalam menyingkapi perilaku para kandidat dan peserta pemilu tersebut dalam ulasan media, apakah mereka netral ataukah berpihak, tergantung siapa yang bayar.
Berani bayar, maka berita anda akan bagus dan tampil menarik, kalau tidak pasti beritanya negatif, ngak pernah bagus, tergantung manager humasnya yang menangani para kandidat tersebut.
Sikap kelompok media yang terafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepemilikan perusahaannya dengan para kandidat presiden dan wakil presiden, tak kuasa bersikap independen.
Adapun kelompok media yang independen (yang tidak terafiliasi dengan para kandidat) juga cenderung menyiarkan berita bernada negatif terhadap calon presiden incumbent, Susilo Bambang Yudhoyono sebuah kecendrungan yang wajar. Kelompok media independen ini memberi banyak berita bernada negatif terhadap pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan memberikan pencitraan positif kepada pasangan Jusuf Kalla-Wiranto.
Jika dijumlahkan dari semua kelompok media, baik media yang kepemilikannya terafiliasi dengan para kandidat maupun yang independen, Jusuf Kalla-Wiranto paling banyak mendapatkan pencitraan positif dan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono paling banyak mendapatkan pencitraan negatif.
Pendapat bahwa media sangat mempengaruhi pilihan pemilih tampaknya tidak terbukti dalam riset ISAI. Walaupun paling banyak mendapatkan pencitraan positif oleh media, Calon Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla-Wiranto, justru tidak banyak dipilih oleh pemilih.
Pasangan ini berada di urutan ketiga, sementara itu calon presiden dan Wakil Presiden SBY-Boediono, walaupun dicitrakan negatif oleh media justru memenangi pemilu dalam satu putaran dari dua putaran yang disediakan oleh Undang-Undang Pilpres, disini terlihat bahwa pasangan ini meraih dukungan lebih dari 60 persen suara.