Pokok persidangan setelah diregistrasi pada tanggal 9 Juli 2010 maka tahapan persidangan memasuki masa panel I Pemeriksaan Pendahuluan (15 Juli 2010), panel II Pemeriksaan Perbaikan Permohonan (30 Juli 2010), Sidang Pleno I (6 Agustus 2010), Pleno II (12 Agustus 2010), Pleno III (24 Agustus 2010) mendengarkan keterangan saksi/Ahli dari pemerintah.
Pada Pleno III hadir saksi ahli dari pemerintah yaitu Andi Hamzah, Denny Indrayana, Achmad Rustandi, Adnan Buyung Nasution, Phillipus M.Hadjon serta Fajrul Falakh.
Sidang Pleno ini di ketua oleh Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD serta 8 hakim MK lainnya. Yusril menganggap surat keputusan sah hingga ada suatu keputusan. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
ketika Adnan Buyung Nasution memperkarakan/menyerang kasus ini terhadap Yusril, dengan seksama Yusril menyela keberatan pernyataan Adnan Buyung kepada ketua Hakim MK. keberatan ini di terima oleh hakim MK, tiba-tiba saja Adnan buyung langsung berhenti berbicara dari podium dan duduk kembali di kursinya. Yusril menyanggah pernyataan Denny Indrayana yang mengatakan Watimpres setingkat menteri Negara.
Saat ini tafsir masa jabatan kejaksaan tidak ada kepastian, kalau orangnya sama kepresnya tidak perlu diterbitkan, jabatan jaksa agung itu 5 tahun, normalnya jaksa agung itu di angkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Denny Indrayana dengan memakai baju batik berwarna merah muda pendapat tentang masa jabatan yaitu ada yang di atur rentang jabatannya (seperti jabatan presiden) serta jabatan yang tidak diberi rentang yaitu jabatan jaksa agung dan jabatan kapolri
Ada dua yang bisa di lihat dalam undang-undang, yaitu ada kapasitas hukum atau tidak, sisi lain masa jabatan berakhir saat di angkat dan diberhentikan.Argumentasi ini harus di perdebatkan, kalau tidak bisa jadi jaksa agung menjabat seumur hidup.
"Saya yakin karena minimal presiden berkuasa 10 tahun, tidak mungkin presiden selanjutnya akan mengangkat jaksa agung yang sama, jabatan seumur hidup itu berbahaya," ujar Denny Indrayana.
Seperti pada sidang Pleno II, Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Laica Marzuki menilai tak adanya batasan masa jabatan Jaksa Agung mencederai kedaulatan rakyat. Sebab, Undang-Udang Dasar 1945 yang menjunjung kedaulatan rakyat pada hakikatnya selalu membatasi kekuasaan.
"Hakikat konstitusi adalah membatasi kekuasaan, karena itu jabatan otoritas publik yang tidak dibatasi akan mencederai kedaulatan rakyat," ujar Laica.
Beleid tersebut tak memberi tafsir yang jelas mengenai masa jabatan Jaksa Agung. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum bagi pencari keadilan. "Menanti berakhirnya masa jabatan Jaksa Agung jadi seperti menunggu Godot yang tak pernah datang dalam novel Waiting for Godot karangan Samuel Beckett," tuturnya.
Uji materi ini diajukan oleh bekas Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra. Ia adalah tersangka kasus Sistem Administrasi Badan Hukum, perkara korupsi yang diduga merugikan negara sekitar Rp 417 miliar. Yusril melawan dengan mengajukan uji materi Pasal 19 dan 22 Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung.
Yusril menilai kedudukan Jaksa Agung Hendarman Supandji ilegal karena tak dilantik lagi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua. Ia pun menggugat Hendarman yang tak kunjung undur diri meski usianya telah 63 tahun, melewati umur pensiun jaksa yang 62 tahun.
Bagir Manan berpendapat, sebagai jaksa, seharusnya masa jabatan Hendarman berakhir saat usianya 62 tahun. Tetapi jika Hendarman diperlakukan sebagai anggota kabinet, maka dia harus berhenti bersamaan dengan anggota kabinet lainnya. Kalau jabatannya dilanjutkan, maka Presiden harus melansir surat keputusan pengangkatan baru.
Di negara hukum demokratis, masa jabatan harus dibatasi. Jabatan Jaksa Agung semestinya lima tahun, bersamaan dengan masa jabatan kabinet. Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung DR Fahmi SH mengatakan bahwa masa jabatan Jaksa Agung diserahkan kepada presiden, sehingga sebelum ada pejabat baru yang diangkat maka jabatan tersebut sah.
"Jabatan Jaksa Agung diserahkan presiden, sebelum ada pengangkatan pejabat baru maka jabatan saat ini sah," katanya.
Dia juga menegaskan bahwa dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2004 pasal 22 tidak secara tegas menyebut berapa lama masa jabatan karena hanya menyebut bahwa Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus menerus, berakhir masa jabatannya dan tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 21 UU nomor 16 tahun 2004 menyebut bahwa Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturan perundangundangan, advokat, wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya, pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta, notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah, arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undangundang, atau pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.
Fahmi juga menjawab tentang kedudukan Kejaksaan Agung yang berhimpitan dengan kekuasaan eksekutif dan yudikatif. "Kejaksaan Agung kaki satu berada di eksekutif dan satu kaki di yudikatif," ungkap Fahmi.
Menanggapi kedudukan Kejaksaan Agung yang berhimpitan dengan kekuasaan eksekutif dan yudikatif ini, DR Margarito Khamis (salah satu ahli yang diajukan Yusril Ihza Mahendra) mengatakan bahwa fungsi Jaksa Agung sebagai penuntut bisa masuk ke fungsi yudikatif.
"Menuntut itu tidak berarti berhimpitan dengan kekuasaan yudikatif, fungsinya. Yudikatif adalah meletakkan hukum. Kejaksaan Agung tidak masuk ranah yudikatif," kata Margarito.
Tentang masa jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji, dia berpendapat bahwa Jaksa Agung yang masuk ranah eksekutif maka mengikuti jabatan presiden yang hanya lima tahun.
Sidang Pleno III ini unik karena Prof.Dr.Ahmad Syarifuddin Natabaya ahli perundang-undang juga mantan Hakim MK menjadi saksi ahli bagi Yusril Ihza Mahendra sedangkan Letjen (purn) Achmad Rustandi mantan Hakim MK menjadi saksi ahli bagi pemerintah. Jadi perang pendapat antara mantan hakim MK di muka persidangan Mahkamah Konstitusi. Tinggal hakim Makamah Konstitusi yang berjumlah 9 orang ini yang di ketuai oleh Mahfud MD untuk mengambil keputusan yang seadil-adilnya terkait masalah permohonan pengujian UU No.16 tahun 2004 tentang kejaksaan.