Generasi Z, dengan akses tak terbatas ke dunia maya, memiliki kecenderungan kritis dan responsif terhadap segala sesuatu di sekitar mereka, termasuk perilaku guru. Mereka tidak hanya belajar dari materi pelajaran, tetapi juga dari tindakan, ucapan, dan sikap yang ditunjukkan oleh pendidik mereka sehari-hari. Dalam konteks ini, keteladanan menjadi elemen krusial. Guru yang disiplin, santun, dan penuh empati menciptakan atmosfer belajar yang lebih kondusif dan menyentuh hati siswa, bahkan di tengah dinamika era digital.
Sebaliknya, inkonsistensi antara ajaran dan perilaku guru akan mudah terdeteksi oleh generasi ini. Ketika seorang guru menuntut siswa untuk bersikap sopan dan bertanggung jawab, tetapi tidak memberikan contoh nyata dalam tindakannya, hal tersebut dapat menimbulkan resistensi dan sikap apatis pada siswa. Bagi Generasi Z, otoritas tidak hanya dihormati karena jabatan, tetapi juga karena kredibilitas yang ditunjukkan melalui tindakan nyata.
Oleh karena itu, guru di zaman sekarang menghadapi tantangan ganda: memberikan teladan karakter yang kuat sambil memahami dinamika psikologis dan kebutuhan emosional siswa. Guru yang mampu mempraktikkan nilai-nilai seperti disiplin, integritas, dan empati akan lebih mudah diterima dan dihormati. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan emosional antara guru dan siswa, tetapi juga menjadi strategi efektif dalam membentuk karakter siswa yang lebih responsif dan bertanggung jawab.
Dengan kata lain, menjadi guru pada era Generasi Z adalah tentang membangun kredibilitas melalui keteladanan, bukan hanya melalui otoritas. Hanya dengan cara ini, pendidikan dapat menjadi proses yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membangun generasi yang berkarakter di tengah kompleksitas zaman.