Di tengah dinamika kebijakan ekonomi dan sosial di Indonesia, sering kali muncul ketidakpuasan publik terkait distribusi keadilan. Salah satu contoh mencolok adalah perbedaan perlakuan terhadap anggota DPR dan pekerja biasa. Anggota DPR yang sudah memiliki gaji tinggi tetap menikmati tunjangan besar, sementara pekerja di atas UMR diwajibkan berkontribusi melalui potongan gaji untuk program TAPERA, yang belum tentu memberikan manfaat langsung bagi mereka. Ketimpangan ini menggugah pertanyaan: Apakah kebijakan semacam ini adil? Melalui kacamata teori keadilan distributif, artikel ini mencoba menelusuri ketidakselarasan kebijakan tersebut dengan prinsip-prinsip keadilan sosial.
KEMBALI KE ARTIKEL