Entah sejak kapan saya suka menghabiskan dini hari di depan layar berukuran 14,0 inchi yang menawarkan dunia jauh lebih besar dibanding tubuhnya sendiri. Saya suka dengan suara jari dan keyboard yang beradu saat jangkrik dan kodok menolak bersuara di tempatku beberapa tahun belakangan ini. Kedua hal itu adalah hal yang selalu mengundang marah mamaku karena menjadi penyebab saya dicekoki infus setahun lalu.
Dini hari, kata, dan kopi.
Saya taktahu sejak kapan mereka bertiga menjadi kawan yang begitu menawan. Mereka hadir bukan melulu sebagai pilihan saat takbisa tidur, tapi, mereka adalah alasan saya takbisa tidur. Saya seringkali mendapati diri begitu bersemangat menyelam di pukul-pukul saat seorang tukang ronda di tempatku asyik memukul tiang.