Mohon tunggu...
KOMENTAR
Foodie

Angka Anak Kurang Gizi dalam Bonus Demografi, Apakah Ada Pengaruhnya?

30 Desember 2014   18:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:10 112 0
Pertumbuhan penduduk kerap terkait dengan sebuah perkembangan negara itu sendiri. Indonesia merupakan negara yang cukup terlihat dalam segi pertumbuhan penduduk. Namun, dalam hal perkembangan negara itu sendiri rupanya negara Indonesia masih setengah-setengah dalam pelaksanaannya. Beberapa hal ada yang tidak sejalan antara pertumbuhan dan perkembangan. Seperti halnya beberapa kota di Indonesia memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi tetapi tidak imbangi dengan pertumbuhan ekonomi dalam segi perkembangan suatu kota tersebut (teori Malthus), yang artinya masih banyak kemiskinan yang terjadi. Salah satu yang berkaitan erat dengan kemiskinan adalah anak kurang gizi. Menurut Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2014, anak kekurangan gizi di Indonesia mencapai angka 8 juta. Anak kurang gizi umumnya lahir dengan berat dibawah 2,5 kilogram. Seperti yang dikutip dari DetikHealth.com, Dr Rachmi Untoro MPH dari Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia mengungkapkan tanda-tanda anak kekurangan gizi adalah rambut kusam, kering, pucat, bibir dan mulut bengkak. Selain itu otot kurus, nyeri, lemah, sering kejang-kejang, penebalan pada tulang sendi, dan rasa ngilu. Salah satu faktor penyebab terjadinya anak kurang gizi adalah pola didik orangtua, dimana rata-rata dari orangtua mereka adalah masyarakat menengah kebawah. Jadi sebenarnya apa yang dipermasalahkan dalam anak kurang gizi? Dilihat dari faktor penyebabnya, yakni anak kurang gizi bukanlah karena faktor genetika, melainkan dari segi bagaimana orangtua mengurus anaknya. Rata-rata orangtua dari anak kurang gizi memiliki penghasilan yang kecil sehingga terbatasnya asupan gizi untuk anak tersebut baik didalam kandungan maupun setelah melahirkan. Asupan gizi yang cukup sangat diperlukan untuk ibu hamil, sedangkan pada kenyataannya beberapa ibu hamil dengan perekonomian menengah kebawah kurang memperhatikan dalam segi asupan gizi. Bisa dikatakan “jika bisa makan saja sudah Alhamdulillah”. Permasalahannya adalah jika dikaitkan dengan Bonus Demografi 2020 yang sedang marak di kaji saat ini, apakah pengaruhnya terhadap anak kurang gizi? Apakah anak kurang gizi semakin bertambah atau sebaliknya? Bonus Demografi 2020 merupakan pergejolakan pertumbuhan penduduk yang diproyeksikan 20 tahun kemudian, dimana pertumbahan penduduk nantinya akan dua kali lipat dari saat ini. Bisa dilihat Indonesia dengan angka kemiskinan yang tidak bisa dibilang rendah, yakni 11,25% (BPS 2014) Kemudian persentase anak kurang gizi, yakni 22,6% dari penduduk Indonesia. (Kementrian Kesehatan, 2014) Maka, kurang lebih terdapat 28% anak kurang gizi dari penduduk Indonesia yang kurang mampu. Yang bilamana jika pertumbuhan penduduk diproyeksikan 20 tahun mendatang rata-rata pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai dua kali dari sebelumnya, artinya angka kemiskinan bisa saja dua kali pada tahun 2020, dengan pemerataan perekonomian yang konstan. Maka, dalam angka kemiskinan tersebut terdapat angka anak kurang gizi yang akan dua kali lebih banyak juga dalam tahun 2020, dengan pola didik yang hampir sama. Ditambah lagi, dampak dalam Bonus Demografi sesuai dengan teori Malthus bahwa semakin banyak penduduk, kebutuhan bahan makanan akan bertambah sedangkan bahan makanan mengalami laju yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Dapat dilihat, dampak tersebut juga mengakibatkan bahan makanan menjadi on-demand, sesuatu yang benar-benar dibutuhkan. Kemungkinannya yang terjadi, salah satunya adalah harga dinaikkan. Maka pengaruhnya pada masyarakat menengah kebawah, jika dikerucutkan lagi bisa saja akan memperbanyak anak kurang gizi. Sebelum semua asumsi tersebut terjadi, bagaimana peran Indonesia dalam menghadapi masalah yang terjadi saat ini, yakni bagaimana Indonesia menghadapi masalah anak kurang gizi yang akan sangat berpengaruh terhadap masa mendatang?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun